BELUM PUAS


BELUM PUAS
[ Catatan Proses Pentas Keliling Teater Ringin Conthong ]



  Oleh Muhammad Qowy *)

Teater merupakan salah satu jembatan menuju suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang manusiawi. Bercermin melalui teater diyakini sebagai salah satu cara untuk menemukan kembali akal sehat dan budi nurani.

Bermula dari pemikiran tersebut, Teater Ringin Conthong (TRC): kelompok teater mahasiswa STKIP PGRI Jombang; kembali menyelenggarakan pementasan mandiri. Namun pementasan kali ini berbeda dengan pementasan sebelumnya yang biasanya hanya dilakukan di satu tempat saja: Jombang. Pementasan mandiri kali ini dilakukan di tiga tempat, dan pada hari Sabtu-Minggu kemarin (9-10/11), TRC telah menyelesaikan pementasan terakhirnya di kota Jombang dalam rangkaian Pentas Keliling (PK) yang mereka lakoni di tiga kota: Madura (31/10), Surabaya (2/11), dan Jombang (9-10/11). PK ini dijadikan sebagai upaya apresiasi terhadap seni perteateran kampus di Jawa Timur dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, mereka menjadikan PK sebagai momen untuk menjalin tali silaturahim antarpegiat teater, terutama kekeluargaan dalam komunitas teater kampus se-Jatim. Disamping itu, PK ini juga dijadikan sebagai sarana mengembangkan sayap dalam dunia perteateran di Jawa Timur serta sebagai studi banding kebudayaan antardaerah.

Untuk PK kali ini, kelompok teater yang lahir pada tahun 1999 tersebut menyuguhkan pertunjukan drama dengan lakon ‘BARABAH’ karya Motinggo Busye. Lakon yang disutradarai oleh Nur Azizah ini menceritakan tentang seorang wanita cantik berusia 28 tahun bernama Barabah. Ia merupakan seorang istri yang setia kepada sang suami meski suaminya, Banio, adalah lelaki tua berusia 70an yang telah bergonta-ganti istri sampai 12 kali. Keseharian kedua pasangan tersebut penuh dengan kesalahpahaman akibat suatu kecemburuan. Barabah sering cemburu terhadap istri-istri Banio terdahulu, sedangkan Banio cemburu karena kecantikan Barabah yang banyak dilirik lelaki muda.

Suatu ketika, Kecemburuan Barabah menjadi-jadi saat Zaitun mendatangi rumahnya mencari Banio dengan tujuan hendak membicarakan masalah pernikahan. Kecemburuan yang menyelimuti Barabah memunculkan percekcokan dengan Zaitun hingga akhirnya Zaitun pun diusir. Setelah Zaitun pergi, datanglah Banio dari ladang ilalangnya. Barabah menceritakan permasalahan tentang seorang wanita bernama Zaitun yang mencari Banio dengan tujuan membicarakan soal pernikahan dengan hati penuh rasa cemburu dan menuduh Banio hendak menikah lagi. Banio yang merasa tidak pernah merencanakan untuk menikah lagi, akhirnya menyusul wanita yang bernama Zaitun dengan tujuan untuk membuktikan apa yang dituduhkan Zaitun itu tidak benar.

Selang beberapa waktu kemudian, datanglah Adibul yang memperkenalkan diri sebagai seorang kusir sado. Tapi Barabah berpikiran bahwa Adibul adalah seorang polisi yang menyamar untuk menyelidiki karena pengaduan dari seorang wanita yang bernama Zaitun tadi. Tiba-tiba Banio datang dan menyangka bahwa mereka ada hubungan dan sedang mengatur siasat. Tentu saja tuduhan Banio ditolak oleh keduanya meski tetap saja Banio kekeh tidak percaya. Selang berapa saat, Zaitun pun datang. Kedatangan Zaitun kali ini untuk menyusul Adibul yang telah ditunggunya lama sekali. Akhirnya kesalahpahaman antara mereka pun terjawab. Ternyata kedatangan Adibul dan Zaitun adalah untuk memohon do’a restu kepada Banio, ayah si Zaitun, yang tidak pernah dijumpainya karena Zaitun adalah anak Banio dari istri ke enam yang telah lama dicerai.

Dari ketiga kota yang telah dilalui, terdapat beberapa catatan evaluasi bagi kelompok teater kampus STKIP Jombang ini. Bagi mereka, evaluasi merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan sebagai perbaikan, mengingat kegiatan berkeliling ini merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah pementasan TRC dan mereka berniat mengulanginya kembali di tahun yang akan datang.

Pertama, PK dengan lakon ‘Barabah’ diawali dari kota Madura pada hari Kamis (31/10) di Aula UNIRA (Universitas Madura), Pamekasan. Pementasan tersebut diselenggarakan dua kali, pementasan pertama pukul 15.00 WIB dan pementasan kedua pukul 19.00 WIB. Setelah pertunjukan selesai, Pementasan yang digarap dengan konsep realis ini mendapatkan apresiasi yang cukup bagus dari penonton dalam sesi sarasehan meski beberapa catatan evaluasi tetap ada. Namun hal yang menarik terjadi pada sesi tersebut, yaitu hadirnya pegiat teater lokal yang sudah cukup uzdur usianya, Pak Ndut (demikian panggilan akrabnya). Lelaki yang sudah berusia sekitaran 70 tahunan ini pernah mementaskan pertunjukan yang sama pada suatu perlombaan teater di masa mudanya dulu, dan pada saat itu ia menjabat sebagai sutradara sekaligus aktor tokoh Banio, suami Barabah, yang pada akhirnya ia berhasil mendapatkan gelar sebagai aktor terbaik pada pertunjukan tersebut. Bermula dari itulah, dalam kondisi yang tidak sehat, ia memaksakan diri untuk menonton pertujukan ‘Barabah’ garapan kelompok TRC ini dengan alasan ingin bernostalgia. Banyak evaluasi diberikan mengingat ia juga pernah menggarapnya. Evaluasi yang paling disoroti adalah tentang olah keaktoran tiap pemain, terlebih pada permainan para aktornya yang dirasa belum totalitas dalam berperan.

Hal menarik selanjutnya, salah satu pegiat teater komunitas Main Hati yang turut hadir dalam sesi tersebut mengatakan bahwa pertunjukan ‘Barabah’ yang mengusung konsep realis ini merupakan pertunjukan yang paling berani, karena pertunjukan dengan konsep realis untuk kalangan teater mahasiswa jarang ditemui di kota ini dan diharapkan pertunjukan tersebut dapat merangsang para pegiat teater mahasiswa Madura lain untuk mulai berani menyuguhkan konsep realis dalam pementasan mereka, meskipun penggarapan dengan konsep realis itu tidaklah mudah.

Kedua, Setelah usai melakoni pertunjukan terakhir di Aula UNIRA Pamekasan, Madura. Kelompok TRC langsung menuju IAIN Surabaya untuk persiapan melakoni pertunjukan pada hari Sabtu (2/11). Pementasan di kota kedua ini juga berlangsung dua kali. Namun berlangsungnya pertunjukan di kota pahlawan ini sedikit mengalami perbedaan dengan kota sebelumnya. Mungkin karena kelelahan sebab agenda yang begitu padat. Namun itu tidak bisa dijadikan alasan karena penonton tidak mau tahu akan hal tersebut. Mereka hanya ingin tahu tentang bagaimana pertunjukan lakon ‘Barabah’ garapan kelompok TRC itu berlangsung.

Evaluasi pada sesi sarasehan di kota ini lebih banyak didapat. Mulai dari evaluasi tentang keaktoran para pemain, tata rias, tata ruang, tata busana, tata lampu, sampai konsep pertunjukan pun mendapatkan banyak masukan. Namun masukan yang telah diterima tidak menyurutkan semangat para pemain dan kru lain pada pertunjukan tersebut karena memang hal itulah yang mereka harapkan guna sebagai perbaikan untuk pementasan di kota terakhir, Jombang.

Ketiga, usai kelompok TRC melakoni pementasan di Aula IAIN Surabaya, mereka langsung bergegas menuju kandang mereka sendiri, Jombang, untuk melakoni pementasan terakhir di kampus mereka sendiri. Kali ini mereka mendapatkan waktu istirahat yang cukup panjang selama seminggu. Waktu senggang tersebut mereka manfaatkan untuk berlatih guna memperbaiki penggarapan sesuai evaluasi yang mereka dapatkan dari Madura dan Surabaya.

Pementasan yang berlangsung di Aula STKIP PGRI Jombang ini diselenggarakan sebanyak empat kali pementasan dalam dua hari (9-10/11). Pementasan hari pertama dan kedua sama-sama diselenggarakan dua kali, yaitu pada pukul 15.00 WIB dan 19.00 WIB. Secara keseluruhan, pementasan dengan lakon ‘Barabah’ ini berjalan dengan lancar meski Alfi Rizqoh, pegiat teater Komunitas Tombo Ati, memberikan banyak masukan pada sesi sarasehan. Ia beranggapan bahwa proses yang dilakukan belum memenuhi kriteria pementasan level mahasiswa yang seharusnya mengedepankan proses studi literature. Ia mengungkapkan adanya ketidakseimbangan antara permainan lakon dengan konsep yang dikehendaki sutradara dalam pertunjukan tersebut sehingga tatanan artistik yang ingin dibangun menjadi tidak utuh. Ia menambahkan bahwa penggarapan konsep realis harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan mendetail. Tidak sekedar hanya bermain di atas panggung lalu selesai.

Masukan juga disampaikan oleh Andi Kepik dari kelompok teater Komunitas Suket Indonesia (KSI). Ia menambahkan bahwa hal-hal yang paling kecil dalam sebuah pertunjukan realis harus didetailkan penggarapannya. Tempo permainan, teknik pendialogan, kewajaran dalam berperan, dan bangunan artistik yang lain juga harus digarap dengan detail. Karena bagi pimpinan KSI ini, bermain realis adalah bermain kedetailan.

Banyak masukan yang didapatkan dalam sesi sarasehan tersebut. Namun bagi kelompok Teater Ringin Conthong, semua evaluasi yang mereka dapatkan mulai dari pementasan di kota pertama sampai kota terakhir, merupakan penyemangat untuk terus berkarya dalam dunia perteateran. Mereka juga berencana untuk mengulang kembali program Pentas Keliling ini di tahun yang akan datang dengan lokasi tujuan yang lebih banyak lagi, karena mereka merasa belum puas dan tidak akan pernah puas untuk berkarya.




 
*) Moh. Qowiyuddin Shofi, Mahasiswa STKIP PGRI Jombang, Jurusan Program Studi Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia, Angkatan 2010, Aktif di bidang Teater Kampus : Teater Ringin Conthong.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BENTUK DASAR DAN BENTUK ASAL

RAHWANA

Aku (maha)siswa