MUTIARA HIKAM: SANTRI YANG BERDAKWAH MELALUI PEMENTASAN TEATER
MUTIARA
HIKAM: SANTRI YANG BERDAKWAH MELALUI PEMENTASAN TEATER
SEBUAH CATATAN PERTUNJUKAN TEATER
Muhammad Qowy*)
Teater
sudah bukan hal yang asing lagi untuk Kota Jombang. Meningkatnya antusias
penonton dari berbagai kalangan menandakan bahwa teater sudah mulai diterima
dengan baik sebagai alternatif hiburan. Terlebih, pertunjukan teater kini sudah
menjadi rutinitas tontonan tiap tahun. Hebatnya, meski Kota Besut ini tidak
memiliki gedung pertunjukan, semangat para pelaku seni panggung tetap terjaga
dengan baik. Setidaknya, pada satu tahun, pasti ada lebih dari satu pertunjukan
teater yang diselenggarakan. Penyelenggaranya pun beragam, mulai dari kelompok
teater pelajar, teater kampus, hingga kelompok teater komunitas. Pada tahun ini
pun sudah ada lebih dari lima pertunjukan teater yang diselenggarakan oleh
kelompok teater yang berbeda-beda, salah satu yang paling baru adalah
pertunjukan teater oleh kelompok teater pelajar Mutiara Hikam dengan lakon Berandal
Lokajaya pada hari Sabtu dan Minggu (11-12/12) lalu.
Pementasan
Berandal Lokajaya karya Nur Azizah ini berkisah tentang pemuda bernama
Raden Said, seorang pencuri dan perampok yang selalu mengambil hasil bumi dari lumbung
kadipaten, mencuri dan merampok harta orang kaya yang kikir, yang tidak mau
bersedekah, dan yang hanya memikirkan diri sendiri. Namun, tidak seperti
perampok pada umumnya yang selalu berfoya-foya dengan hasil rampokannya, Said
justru membagikan hasil curian dan rampokannya kepada fakir miskin. Adipati
Wilwatikta yang tak lain adalah ayah dari Raden Said sungguh murka ketika
mengetahui bahwa anaknyalah yang selama ini mencuri hasil bumi dari lumbung kadipaten.
Raden Said pun diusir karena dianggap telah mencoreng nama baik keluarga dan
agama. Dalam masa pengasingan, Said tak menghentikan aksinya. Ia masih
melakukan pencurian dan perampokan harta orang kaya yang kikir untuk membantu
kebutuhan hidup fakir miskin, hingga akhirnya Raden Said bertemu seorang kakek
bertongkat. Karena tongkat yang dibawa kakek itu dilihatnya seperti tongkat
emas, Said berniat merampasnya. Setelah Ia berhasil merampas tongkat tersebut,
kakek yang tak lain adalah Sunan Bonang itu bertanya tentang alasan Said
merampas tongkatnya. Setelah mengetahui jawabannya, Wali Allah tersebut memberi
nasehat kepada Said bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal baik seorang hamba
yang dilakukan dengan cara yang buruk. Beliau sangat menyayangkan niat baik
Said yang ternodai oleh caranya sendiri yang salah. Setelah mendengarkan
nasehat dari Sunan Bonang, terketuklah hati Raden Said, lalu ia berkeinginan untuk
menjadi muridnya. Namun, Sunan Bonang tak langsung menerima begitu saja, beliau
memberi syarat kepada Said untuk menjaga tongkatnya di tepi sungai hingga tak
terbatas waktu. Said pun menerima syarat tersebut. Atas keteguhan hati Raden
Said, maka Sunan Bonang mengangkatnya sebagai murid dan memberinya nama Sunan
Kalijaga.
Pertunjukan
Berandal Lokajaya oleh kelompok teater pelajar Mutiara Hikam terbilang
sukses. Tercatat, tiket dari kedua pertunjukan mereka terjual habis. Tampaknya,
ada yang menarik pada pertunjukan yang disutradarai oleh Wulaeni Effendi ini sehingga
mampu menyedot antusias para penonton, yaitu selain pertunjukan ini adalah yang
perdana bagi Mutiara Hikam, para pelaku pertunjukannya pun berasal dari
kalangan santri. Inilah yang menjadi daya tarik penonton untuk menyaksikan aksi
para santri dalam pertunjukan Berandal Lokajaya yang diselenggarakan selama
dua hari di Gedung Aula Yayasan Al Hikam.
Mutiara
Hikam merupakan nama kelompok teater pelajar gabungan santri yang bersekolah di
MTs-MA Al Hikam Jatirejo Diwek Jombang. Mutiara Hikam terbilang masih baru
karena baru didirikan pada tahun 2015 kemarin. Habibuddin dan Nur Azizah,
selaku pelatih dan pendiri kelompok teater pelajar Mutiara Hikam, mengaku
kesulitan saat pertama melatih santri-santri tersebut. Kesulitan pertama terletak
pada padatnya kegiatan para santri. –Sudah menjadi rahasia umum bahwa kegiatan santri
memang padat. Pada pagi hari, mereka berkegiatan di sekolah, dan sepulang
sekolah, mereka masih meneruskan kegiatan di pondok hingga malam hari— Namun, berkat
dukungan dari berbagai pihak, mulai dari kepala sekolah hingga pengurus pondok,
akhirnya proses latihan Mutiara Hikam bisa dilaksanakan dengan baik meski
proses mereka terbilang tidak beraturan karena jadwal latihan yang harus
menyesuaikan dengan kelonggaran kegiatan pondok. Kesulitan kedua adalah prihal pemilihan
naskah. Sudah tiga kali Mutiara Hikam berganti naskah sebelum menjatuhkan
pilihan pada naskah Berandal Lokajaya. Para pelatih menyatakan bahwa
naskah-naskah yang dipilih sebelumnya tidak bisa dimainkan dengan baik oleh
para santri. Mereka beranggapan bahwa naskah-naskah yang bertemakan sosial
tersebut jauh dari dunia pesantren sehingga menyulitkan para santri dalam
menghidupkan permainannya. Akhirnya, dipilihlah naskah Berandal Lokajaya
yang diambil dari kisah Sunan Kalijaga. Para pelatih yang sekaligus aktif
sebagai pendidik di MTs-MA Al Hikam ini mulai menemukan ritme permainan yang
terbangun dari para santri ketika memainkan naskah yang tidak jauh dari dunia mereka.
Dengan banyaknya sindiran dan pesan moral yang berhubungan dengan agama Islam, membuat
para santri mampu menunjukkan perkembangan yang signifikan selama proses
latihan. Alhasil, pertunjukan perdana kelompok teater pelajar Mutiara
Hikam dengan lakon Berandal Lokajaya dapat terlaksana dengan baik.
Pada
sesi sarasehan, Para alumni pondok Al Hikam dari berbagai kota yang hadir dalam
pertunjukan tersebut mengaku senang dan bangga dengan santri generasi sekarang
yang berani memainkan drama panggung dengan sajian yang menarik dan mendidik. Gunari
Anggariono, pelatih teater pelajar Tejo (Teater Jogoroto) yang turut serta
dalam sesi sarasehan, juga memberikan komentarnya terhadap pertunjukan Berandal
Lokajaya. Menurutnya, terlepas dari teknis permainan para aktor dan konsep
pertunjukan, semangat juang para santri dalam mewujudkan suatu pertunjukan
teater patut diapresiasi. Banyak kelompok teater pelajar di Jombang yang sudah
berdiri lama, tapi belum pernah menyelenggarakan pementasan mandiri. Padahal,
secara waktu, mereka lebih longgar dalam berproses dibandingkan para santri
yang selalu dipadati dengan kegiatan-kegiatan pesantren. Ia mengaku iri hati
dengan capaian Mutiara Hikam yang belum lama berdiri sebagai kelompok teater
pelajar, tapi sudah mampu menyelenggarakan pementasan mandiri, terlebih
pelakunya adalah para santri. Baginya, ini adalah cambukan keras bagi kelompok
teater pelajar lain untuk turut serta meramaikan pertunjukan teater pelajar di Kota
Santri ini.
Maftuhah
Mustiqowati, S.Ag., selaku kepala sekolah, turut memberikan apresiasinya. Ia merasa
bangga dan berharap, dengan adanya kegiatan teater ini bisa menambah wawasan
sekaligus menjadi wadah bagi para santri untuk mengekspresikan jiwa seninya. Salah
satu pengurus pondok Al Hikam, M. Muzani, S.Hi (Gus Muzan), juga turut
bergembira dengan pertunjukan yang disuguhkan oleh santri-santrinya. Ia tidak
menyangka bahwa santri-santrinya mampu bermain sandiwara secara langsung dengan
konsep layaknya pertunjukan teater komunitas pada umumnya. Gus Muzan berharap, setidaknya
pertunjukan teater ini bisa menjadi agenda tahunan sekolah dan pesantren.
Selain itu, ia juga berpesan bahwa teater Mutiara Hikam harus mempunyai jati
diri dalam memberikan sebuah pertunjukan teater dan ia berharap, layaknya lakon
Berandal Lokajaya, Mutiara Hikam akan terus memeberikan suguhan
pertunjukan teater bertema keislaman sebagai jati dirinya, sehingga teater bisa
menjadi alternatif berdakwah yang menarik bagi para santri. Gus Muzain menambahkan
bahwa dakwah tidak harus disampaikan dengan cara berceramah sebagaimana umunya.
Harus ada inovasi agar dakwah bisa diterima oleh masyarakat di zaman serba maju
ini. Salah satunya adalah dengan cara berdakwah melalui pertunjukan teater
seperti yang telah disuguhkan oleh Mutiara Hikam dalam pertunjukannya. Selain
penonton mendapatkan hiburan melalui permainan para pelaku panggung, mereka
juga mendapatkan suntikan rohani secara langsung melalu pesan moral yang
tergambar dari adegan-adegan yang ditampilkan.
Melihat
beberapa apresiasi di atas, tampaknya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa, sebagai
kelompok teater pelajar, Mutiara Hikam telah berhasil menghadirkan bentuk tema baru
dalam sebuah pertunjukan. Pementasan teater pelajar di Jombang yang selama ini didominasi
dengan suguhan naskah bertema sosial, kini ada satu kelompok teater pelajar
dari kalangan santri yang akan mencoba ajeg untuk menyuguhkan pementasan
teater bertema keislaman. Dengan demikian, para santri yang tergabung dalam
kelompok teater pelajar Mutiara Hikam akan dapat terus berdakwah sesuai
cita-cita para Masyayikhnya. Hanya saja, kali ini mereka tidak berdakwah dengan
cara berceramah, tetapi dengan cara berteater dalam panggung sandiwara. Selain
itu, pencapaian ini dapat dijadikan sebagai bukti kepada para santri di pesantren
lain, bahwa dalam keterbatasan ruang dan waktu, diiringi dengan niat dan tekad
yang kuat, serta dengan dukungan dari berbagai pihak, para santri pasti mampu
mengekspresikan jiwa seninya, khususnya dalam sebuah pertunjukan teater. Akhirnya,
semoga akan lahir lagi kelompok teater pelajar kalangan santri dari pondok
pesantren lain yang akan berdakwah melalui pertunjukan teater sehingga teater
tidak lagi hanya milik kalangan abangan, tapi juga kalangan santri turut
meramaikan.
Komentar
Posting Komentar