GUS JAKFAR
LAKON
GUS
JAKFAR
Karya Qowiyuddin
Diadaptasi dari cerpen karya Gus Mus
2014
PROLOG
Kisah ini
adalah sebuah kisah yang diadaptasi dari salah satu cerpen dalam kumpulan
cerpen LUKISAN KALIGRAFI karya A. Mustofa Bisri [Gus Mus], berjudul GUS
JAKFAR.
Diceritakan:
Gus Jakfar adalah putra bungsu Kiai Saleh, sesepuh pengasuh pondok pesantren Sabilul
Muttaqin yang paling menarik perhatian masyarakat karena kemampuan unik
yang beliau miliki. Kemampuan apakah itu? Mari kita saksikan kisah
selengkapnya.
ADEGAN 1
Di suatu
pagi, Solikin bersama kawan-kawannya sedang membicarakan Gus Jakfar.
SOLIKIN
Kata Kiai
Saleh, Gus Jakfar itu lebih tua dari beliau sendiri. Saya jadi bingung. Kiai
Saleh kan ayah Gus Jakfar. Tapi kok bilang begitu. Saya tidak paham apa maksudnya.
BAMBANG
Tapi Gus
Jakfar itu memang luar biasa. Matanya itu lho. Sekilas saja beliau melihat
kening orang, kok langsung bisa melihat rahasianya yang tersembunyi.
Kalian
ingat, Sumini yang anak penjual rujak di terminal lama yang dijuluki perawan tua
itu, sebelum dilamar orang sabrang, kan ketemu Gus Jakfar. Waktu itu Gus Jakfar
bilang, “Sum, kulihat keningmu kok bersinar. Sudah ada yang melamar kamu ya?”.
Eh tak lama kemudian orang sabrang itu datang melamarnya. Luar biasa.
GEMBONG
Kang Kandar
kan juga begitu. Kalian kan mendengranya sendiri ketika Gus Jakfar bilang
kepada tukang kebun SD IV itu, “Kang, saya lihat hidung sampean kok sudah
bengkok. Sudah capek menghirup nafas ya?”. Lho, ternyata besoknya Kang Kandar
meninggal. Ya. Waktu itu saya pikir Gus Jakfar hanya berkelakar. Gak tahunya
beliau sedang membaca tanda pada diri kang Kandar.
DARMO
Saya malah
mengalaminya sendiri. Waktu itu tak ada hujan, tak ada ojek, becek-becek. Eh tiba-tiba
Gus Jakfar bilang kepada saya, “Wah, saku sampean kok mondol-mondol. Dapat
proyek besar ya?”. Padahal saat itu saku saya justru sedang kempes. Dan percaya
atau tidak, esok harinya saya menang togel.
SEMUA
Ooooh...
gendheng! [sambil mendorong kepala Gembong karena kesal]
GEMBONG
Tobat le,
tobat. Iki jaman wes apene akhir.
DARMO
Lho tapi
kejadian itu beneran lho.
BAMBANG
Apa yang
begitu itu disebut ilmu ma’rifat ya?
SOLIKIN
Mungkin
saja. Makanya saya justru takut kalau ketemu Gus Jakfar. Takut dibaca
tanda-tanda buruk saya. Nanti pikiran saya malah jadi terganggu.
Tiba-tiba,
Darmo melihat Gus Jakfar dari kejauhan berjalan ke arah mereka.
DARMO
Eh, kang.
Itu kan Gus Jakfar sedang berjalan ke arah sini. [menunjuk ke arah Gus
Jakfar]
SOLIKIN
Wadoh. Iya.
Modar nih kita. Kalau hidup kita dibaca sama beliau, bisa susah tidur nih.
GEMBONG
Kita tutupi
kening kita saja kang, biar Gus Jakfar tidak bisa membaca tanda-tanda rahasia
kita.
BAMBANG
Oh. Iya
iya. Bener kamu. Tumben pinter.
Sebelum Gus
Jakfar tiba di area berkumpulnya mereka, mereka sudah menutupi kening mereka
masing-masing karena takut dibaca oleh Gus Jakfar. Lalu Gus Jakfar iba dan
menyapa dengan salam.
GUS JAKFAR
Assalamualaikum..
SEMUA menjawab
Waalaikum
salam.. [dengan wajah meringis menyembunyikan ketakutan]
GUS JAKFAR
Wah. Ada
apa ini? Kok sepertinya, kumpulannya sangat seru.
SOLIKIN
Hehehe.
Tidak ada apa-apa kok Gus. Cuma kumpul biasa saja. [tersenyum khawatir]
GUS JAKFAR
Lho. Itu
kenapa kok keningnya pada ditutupi? [penasaran]
BAMBANG
Oh. Ini
Gus. Kita sedang main tebak-tebakan.
[Solikin
dan yang lain kaget mendengar Bambang menjawab dengan alasan yang konyol]
GUS JAKFAR
Main
tebak-tebakan kok pakek nutupi kening? Mainnya gimana itu? [semakin
penasaran]
SOLIKIN
[menjelaskan
seadanya] Jadi kening kita semua ditulisi nama-nama hewan Gus. Jadi siapa
yan mampu menebak dengan benar, dia yang menang. Gitu Gus. Hehe. [meringis
khawatir]
GUS JAKFAR
Permainan
yang aneh, sama seperti kalian. Sudah pada tua kok mainnya gitu-gituan.
DARMO
Memang kita
berobsesi jadi orang aneh kok Gus. Hehe
[mendengar
alasan Darmo, kawannya yang lain memandanginya dengan muka kesal]
GUS JAKFAR
Ya sudah.
Saya jalan dulu ya. Saya mau sowan ke rumah Paman saya. Monggo.
Assalamualaikum..
SEMUA menjawab
Waalaikum
salam.. [bernapas lega sambil melepas tangan mereka yang menutupi kening
dari tadi]
SOLIKIN
Selamet.
Selamet. Hampir saja.
Kamu sich [kepada
Bambang] pakek alasan kita sedang main tebak-tebakan. Kita jadinya dikatain
orang aneh sama Gus Jakfar.
BAMBANG
Saya
bingung kang mau jawab apa. Lagian sampean tadi kenapa diem. Lagipula saya
masih mending ketimbang Darmo. Dia malah ngatain kita berobsesi jadi orang
aneh.
DARMO
Lho. Saya
kan cuma meneruskan apa yang sudah sampean mulai. [dengan kesal]
GEMBONG
Sudah
sudah. Sesama orang aneh dilarang berdebat. [menenangkan suasana]
aku balik
dulu ya. Sudah lapar nih. [membuayrkan perkumpulan]
SOLIKIN
Iya aku
juga. Ya sudah, kita lain waktu berkumpul lagi ya. Ayo balik ke rumah
masing-masing.
Solikin
dan yang lain pulang ke rumah masing-masing.
ADEGAN 2
Pada
suatu ketika, sikap Gus Jakfar berubah, masyarakat pun geger. Saat suara adzan
isya’ berkumandang, sebelum sholat isya’, Solikin dan kawan-kawan merencanakan
untuk sowan ke rumah Gus Jakfar guna mencari tahu tentang apa yang terjadi
sebenarnya.
GEMBONG
Aneh.
Akhir-akhir ini Gus Jakfar kok berubah 180’ ya? Beliau sudah tidak seperti
biasanya.
DARMO
Beliau juga
sempat menghilang berminggu-minggu. Sesampainya ia kembali, tiba-tiba langsung
berubah. Beliau sudah tidak pernah membaca kening orang lagi.
SOLIKIN
Ya itu bagus
donk! Kita dan masyarakat yang lain sudah tidak perlu khawatir lagi jadinya.
BAMBANG
Apa
jangan-jangan ilmu beliau hilang pada saat beliau menghilang itu?
Wah. Sayang
sekali ya, jika keistimewaan Gus Jakfar benar-benar menghilang.
GEMBONG
Ke mana
beliau pergi saat menghilang pun kita tidak tahu. Kalau saja kita tahu ke mana
beliau pergi, mungkin kita akan mengetahui apa yang terjadi pada beliau dan
mengapa kemudian beliau berubah.
BAMBANG
Tapi,
bagaimanapun juga, kejadian ini ada hikmahnya. Ya paling tidak, kini kita dan
masyarakat bisa setiap saat menemui Gus Jakfar tanpa merasa deg-degan dan
was-was.
SOLIKIN
Jika kita
memang penasaran, sebaiknya kita langsung saja sowan ke ndalemnya Gus Jakfar
untuk menemui beliau dan langsung menanyakan tentang apa yang terjadi.
Bagaimana?
DARMO
Tapi kang,
kalo saat kita sowan, tiba-tiba ada cahaya datang dari langit, kemudian masuk
ke tubuh Gus Jakfar. Tuing tuing tuing crut. Dan ternyata cahaya itu adalah
ilmu Gus Jakfar yang kembali lagi, bagaimana? Bisa dibaca nanti rahasia hidup
kita.
GEMBONG
Lebay
bingid sich! Kamu ini mikirnya aneh-aneh saja. [berpikir sejenak] tapi
benar juga katamu. Aku juga khawatir kalau tiba-tiba keistimewaan beliau
kembali saat kita sowan.
SOLIKIN
Alah.
Kalian berdua ini mikirnya kejauhan.
Ya sudah,
gini saja. Untuk menjaga hal yang seperti kalian khawatirkan, bagaimana kalau
kita sowannya pakai iket kepala. Supaya kening kita tertutup, dan beliau tidak
bisa membaca kening kita saat ilmunya kembali.
BAMBANG
Wah. Bagus
juga ide saya ya!
SOLIKIN
Ideku [kesal]
BAMBANG
Oh iya, ide
sampean. Hehe.
SOLIKIN
Ya sudah,
ayo kita segera ke masjid untuk isya’an, setelah itu kita siap-siap untuk sowan
ke ndalemnya Gus Jakfar.
Solikin
dan kawan-kawannya pun bergegas pergi.
ADEGAN 3
Di
ndalem Gus Jakfar. Semua tamu, termasuk Solikin dan kawan-kawannya, ngobrol
dengan akrab bersama Gus Jakfar.
Gembong,
Bambang, dan Solikin saling berbisik.
GEMBONG [berbisik]
Lihat!
semua tamu bisa jadi lebih akrab ngobrolnya dengan Gus Jakfar. Sudah tidak ada
perasaan takut lagi.
BAMBANG
Iya. Tapi
kapan nih kita tanya kepada beliau tentang penasaran kita?
SOLIKIN
Nanti.
Sabar dulu. Tunggu sampai semua tamu pulang.
[akhirnya
semua tamu pulang]
Tuh,
nampaknya semua sudah mulai pulang. Ayo sekarang giliran kita. Kita siap-siap.
SOLIKN
dan kawan-kawannya bersiap dan memakai ikat kepala untuk menutupi kening
mereka.
GUS JAKFAR
[kepada
para tamu yang berpamitan pulang]
Hati-hati
di jalan ya. Sukron sudah main ke sini.
SEMUA TAMU
Njeh Gus.
Monggo. Assalamualaikum.
GUS JAKFAR
Waalaikum
salam.
[Gus
Jakfar kembali ke temapat duduk untuk menemui Soliki dan kawan-kawan]
Monggo-monggo..
[menyuguhkan jamuan kepada Solikin dkk]
Melihat
penampilan Solikin dkk yang aneh, dengan ikat kepala yang digunakan mereka, Gus
Jakfar bertanya sambil bercanda kepada Solikin dkk.
GUS JAKFAR
Wah. Ini
ada apa ya? Kok demonstrasi di rumah saya? Rumah ini kan bukan pabrik atau
gedung pemerintah. Kok mau didemo?
SOLIKIN
Lho. Siapa
yang mau demo Gus memangnya? [kebingungan]
GUS JAKFAR
Lha itu,
iket kepalanya, kayak orang mau demo saja.
SOLIKIN
oh, tidak gus. Ini Cuma.. [berpikir]
oh, tidak gus. Ini Cuma.. [berpikir]
DARMO
[langsung
menyahuti] Cuma modis Gus. Ini modis kopyah terbaru gus.
GUS JAKFAR
Modis apa
modus? Hayo...
DARMO
Modis kan
saudaranya modus, jadi tidak beda jauhlah gus. hehe
[tiba-tiba,
solikin mencubit Darmo]
Aduh...
GUS JAKFAR
Kalian
memang aneh. [tertawa kecil]
SOLIKIN
Gini Gus.
Langsung saja nggeh.
Disamping
kami datang ke sini untuk silaturahmi, malam ini kami datang juga dengan
sedikit keperluan khusus.
GUS JAKFAR
Khusus
bagaimana? Wah. nampaknya serius nih ya.
SOLIKIN
Langsung
saja gus nggeh. Kami penasaran dan sangat ingin tahu apa latar belakang
perubahan sikap Gus Jakfar.
GUS JAKFAR
Latar
belakang? [tertawa kecil] kayak mau ngajukan makalah saja pakek latar
belakang. Apa ndak sekalian rumusan masalahnya ditanyakan?
Langsung
saja kang. Gak usah sungkan. Apa jelasnya yang ingin sampean tanyakan?
SOLIKIN
[meringis
sungkan] gini gus. Maaf sebelumnya nggeh.
Dulu kan
panjenengan bisa dan suka membaca tanda-tanda orang. Kok sekarang tiba-tiba
jenengan tidak mau lagi membaca, bahkan dimintapun tidak mau. Apa keistimewaan
Gus Jakfar menghilang?
GUS JAKFAR
Oh. Itu
toh. [sedikit kaget mendengar pertanyaan Solikin]
Ceritanya
panjang, kang. Sampean-sampean bersedia mendengarkan?
SEMUA
Bersedia
Gus.
GUS JAKFAR
Pengalaman
yang saya alami ini bukan pengalaman biasa. Dan mudah-mudahan setelah
mendengarkan ini, sampean semua dapat mengambil hikmahnya.
SEMUA
Insya alloh
Gus
GUS JAKFAR
Suatu
malam, saya bermimpi bertemu ayah dan saya disuruh mencari seorang wali sepuh
yang tinggal di sebuah desa kecil di lereng gunung yang jaraknya dari sini
sekitar 200 km ke arah selatan. Namanya Kiai Tawakkal. Kata ayah dalam mimpi
itu, hanya kiai-kiai tertentu yang tahu tentang kiai yang usianya sudah lebih
100 tahun ini. Santri-santri yang belajar kepada beliau pun rata-rata sudah
disebut kiai di daerah masing-masing.
Terus
terang saja, saya jadi penasaran dengan mimpi saya itu, dan akhirnya saya
diam-diam tanpa pamit siapapun, pergi ke tempat yang ditunjukkan ayah di dalam
mimpi dengan niat bilbarokah dan menimba ilmu beliau.
[tiba-tiba
Gus Jakfar berjalan keluar]
SOLIKIN
Lho. Gus
Jakfar mau ke mana?
GUS JAKFAR
Katanya
bercerita. Ya ayo saya ceritakan di luar saja. Biar panggung ini dipakai
rekaman kejadiannya.
GEMBONG
Oh. Jadi
adegan flashback nih? Wah kayak film saja.
GUS JAKFAR
Sudah. Ayo
keluar dulu.
SEMUA
njeh gus
ADEGAN 4
[Reka
ulang kejadian Gus Jakfar saat menemui Kiai Tawakkal]
NARATOR/ GUS JAKFAR
Setelah
saya memutuskan untuk menemui Kiai Tawakkal tersebut, saya mencarinya sesuai
petunjuk dalam mimpi saya.
Saya bertanya
ke sana ke mari, ternyata tidak ada yang tahu Kiai Tawakkal. Hingga akhirnya
saya bertemu dengan orang tua dan saya diberi petunjuk. Langsung saja saya
pergi dan akhirnya saya sampai di suatu tempat yang sesuai dengan petunjuk
orang tua tadi.
[Dalam
panggung, terdapat Kiai Tawakkal dikelilingi para santri, dan Gus Jakfar
menatap tanpa henti lalu mendekat dan mengamati sosok Kiai Tawakkal tersebut.
Tiba-toba Gus Jakfar terkejut.]
GUS JAKFAR
[kaget
setengah mati] astaghfirullah hal’adlim..
Ahli Neraka
[tulisan di kening Kiai Tawakkal tsb] astaghfirullah, belum pernah
selama ini saya melihat tanda yang begitu gamblang.
Tapi tidak
mungkin. Beliau adalah Kiai Tawakkal, Wali Allah. [bingung] pasti saya
salah melihat.
[mencoba
mengamati sekali lagi] astaghfirullah.. [merunduk bingung]
[Kiai
Tawakkal dan semua santrinya meninggalkan panggung]
GUS JAKFAR
Akhirnya
niat saya untuk menimba ilmu, sudah saya ubah menjadi keinginan untuk
menyelidiki dan memecahkan keganjilan ini. Beberapa hari saya amati perilaku
Kiai Tawakkal, tidak terlihat sama sekali hal-hal yang mencurigakan.
Kegiatannya sehari-hari tidak berbeda dengan kiai pada umunya. Mengimami sholat
jamaah, melakukan sholat-sholat sunnah, dzikir malam, dan semacamnya.
Memang ada
kalanya beliau keluar malam pada malam-malam tertentu, tapi menurut
santri-santri, itu merupakan kegiatan rutin yang sudah dijalani Kiai Tawakkal
sejak muda, semacam lelana brata, kata mereka.
Baru
setelah beberapa minggu tinggal di pesantren, pada suatu malam purnama, saya
melihat kiai keluar dengan pakaian rapi. [Kia Tawakkal masuk panggung dengan
pakaian rapi] Melihat waktu yang sudah larut, tidak mungkin beliau pergi
untuk mendatangi undangan hajatan atau yang lain. Dengan hati-hati, saya pun
membuntutinya.
[Kiai
Tawakkal berjalan, dan Gus Jakfar mengikutinya dari belakang.]
GUS JAKFAR
Mau ke mana
beliau malam-malam begini? Apa ini yang dinamakan lelana brata?
Sebaiknya saya ikuti beliau untuk mencari tahu.
[Gus
Jakfar pun mengikuti Kiai Tawakkal]
ADEGAN 5
Di
sebuah warung remang, terlihat beberapa orang sedang asik menikmati sajian warung
yang juga dipenuhi oleh para wanita. Namun di warung itu, tak nampak sosok Kiai
Tawakkal hingga membuat Gus Jakfar kebingungan.
GUS JAKFAR
Di mana
Kiai Tawakkal tadi? Perasaan tadi aku mengikutinya.
[Tiba-tiba
Gus Jakfar kaget mendengar ada suara Kiai Tawakkal memanggilnya dari belakang.]
KIAI TAWAKKAL
Mas Jakfar!
[menepuk pundak Gus Jakfar dari belakang]
[Gus
Jakfar kaget dan tersipu malu melihat Kiai Tawakkal berada dihadapannya]
Kenapa
berdiam saja di sini? Mari ikut masuk ke dalam.
[Kiai
Tawakkal mengajak Gus Jakfar ke dalam warung, dan Gus Jakfar yang masih dalam
keadaan kaget tak sanggup menolak ajakan Kiai Tawakkal.]
[kepada
orang-orang di warung] Ini kawan saya. Dia datang dari daerah yang cukup
jauh. Cari pengalaman katanya.
[kepada
Gus Jakfar] minum kopi ya? [Gus Jakfar mengangguk]
Yu’, kopi
satu lagi ya!
[kepada
Gus Jakfar] silahkan mas. Ini namanya jajan Rondo Royal. Tape goreng
kebanggan warung ini. [Gus Jakfar hanya mengangguk saja]
GUS JAKFAR [dalam hati]
Astaghfirullah..
Bagaimana mungkin Kiai Tawakkal yang terkenal waliyullah dan dihormati para
kiai lain, bisa berada di tempat seperti ini. Akrab dengan orang-orang
beginian. Bercanda dengan wanita warung. Apa ini yang disebut lelana brata?
Atau inikah dunia lain yang beliau sembunyikan dari umatnya?. Pantas saja di
keningnya terdapat tanda itu. Ahli Neraka. Ternyata ini penyebabnya.
KIAI TAWAKKAL [membuyarkan lamunan Gus Jakfar]
Mas, sudah
larut malam. Kita pulang yuk!
[Kiai
Tawakkal dan Gus Jakfar beranjak dari warung]
Biar cepat,
kita mengambil jalan pintas saja ya!
[selain
Gus Jakfar, Kiai Tawakkal dan semua pemain yang ada di panggung keluar]
GUS JAKFAR
Kiai
Tawakkal dan saya kembali pulang mengambil jalan pintas. Saya mengikuti beliau
dari belakang. Kami menerobos hutan, hingga akhirnya sampai di sebuah sungai,
saya dikagetkan dengan kejadian mencengangkan. Kiai Tawakkal berjalan di atas
permukaan air sungai, seolah-olah di atas jalan biasa saja. Sampai di seberang,
beliau menoleh ke arah saya yang masih berdiri mematung, dan melambaikan
tangannya agar saya segera menyebrangi sungai itu. Saya pun melewatinya dengan
berenang. Sampai di seberang, ternyata Kiai Tawakkal sudah duduk-duduk di bawah
pohon randu alas.
[Kiai
Tawakkal masuk panggung dan langsung bersila, Gus Jakfar mendekati meneruskan
adegan rekaan ulangnya]
KIAI TAWAKKAL
Bagaimana?
Kau sudah menemukan apa yang kau cari? Apakah kau sudah menemukan pembenar dari
tanda yang kau baca di kening saya? Mengapa kau masih seperti terkejut? Apakah
kau yang mahir melihat tanda-tanda menjadi ragu terhadap kemahiranmu sendiri?
Anak muda,
kau tak perlu mencemaskan saya hanya karena kau melihat tanda AHLI NERAKA di
kening saya. Kau pun tidak perlu bersusah payah mencari bukti yang menunjukkan
bahwa aku memang pantas masuk neraka. Karena, pertama, apa yang kau
lihat belum tentu merupakan hasil dari pandangan kalbumu yang bening. Kedua,
kau kan tahu, aku adalah milik Allah. Maka terserah kehendak-Nya, apakah ia mau
memasukkan diriku ke sorga atau neraka.
Untuk
memasukkan hamba-Nya ke sorga atau neraka, sebenarnya Ia tidak memerlukan
alasan. Sebagai kiai, apakah kau berani menjamin amalmu pasti mengantarkanmu ke
sorga kelak? Atau kau berani mengatakan bahwa orang-orang di warung tadi yang
kau pandang sebelah mata itu pasti masuk neraka?
Kita
berbuat baik karena kita ingin dipandang baik oleh-Nya, tapi kita tidak berhak
menuntut balasan dari kebaikan kita. Mengapa? Karena kebaikan kita pun berasal
dari-Nya. Bukankah begitu?
Kau harus
lebih berhati-hati bila mendapatkan cobaan dari Allah berupa anugerah. Cobaan
yang berupa anugerah tidak kalah gawatnya dibandingkan cobaan yang berupa
penderitaan. Seperti mereka yang di warung tadi, kebanyakan mereka adalah orang
susah. Orang susah sulit kau bayangkan bersikap takabbur, ujub, atau
sikap-sikap lain yang cenderung membesarkan diri sendiri. Berbeda dengan mereka
yang mempunyai kemampuan dan kelebihan, godaan untuk takabbur dan sebagainya
itu datang setiap saat. Apalagi bila kemampuan dan kelebihan itu diakui oleh
banyak pihak.
[Gus
Jakfar merenungi perkataan Kiai Tawakkal, dan bersamaan dengan itu, Kiai
Tawakkal langsung keluar pnggung, kemudian Solikin dkk masuk panggung lagi dan
Gus Jakfar melanjutkan berceritanya]
GUS JAKFAR
Malam itu
saya benar-benar merasa mendapatkan pemahaman dan pandangan baru dari apa yang
selama ini sudah saya ketahui. Saya mendapatkan ilmu yang sangat banyak dari
Kiai yang sangat luar biasa ini.
Setelah itu
Kiai Tawakkal mengajak saya untuk pulang. Namun, ketika saya bangkit, Kiai
Tawakkal sudah tak tampak lagi. Menghilang tiba-tiba entah ke mana. Dengan
bingung saya terus berjalan seperti orang linglung.
Saat suara
adzan subuh berkumandang, saya mendekati sebuah surau bambu dengan harapan bertemu
dan berjamaah dengan Kiai Tawakkal. Namun, jangankan Kiai Tawakkal, orang yang
mirip beliau pun tidak ada. Tak satu pun dari mereka di surau yang mengenal
beliau.
Dari hal
yang saya alami itulah yang merubah sikap saya. Jadi saya tidak mau lagi baca
tanda-tanda manusia.
[Solikin
dkk terenyuh mendengarkan kisah Gus Jakfar tersebut]
Nah,
mudah-mudahan mulai sekarang kita tidak menjadi orang yang mudah menjastifikasi
orang. Karena kita tidak tahu dengan keputusan Allah yang sebenarnya.
Penilaian
manusia belum tentu sama dengan penilaian Allah.
DARMO
Oh ngonten
njeh Gus. Wah sungguh kisah yang sangat bermanfaat. [sambil melepas ikatan
kepalanya]
GUS JAKFAR
[melihat
Darmo melaps ikatannya, Gus Jakfar menggoda] lho kang, kok hidungnya kempes?
[Darmo
dan yang lain kaget]
DARMO
Waduh, mati
aku!
GUS JAKFAR
Hehe, ya
iya lah. Hidung sampean kan memang pesek, kang. Jadi ya kempes. Haha [tertawa
lepas]
[Darmo
lega, dan yang lain ikut tertawa melihat candaan Gus Jakfar.]
SELESAI
Komentar
Posting Komentar