PERMASALAHAN PENDIDIKAN INDONESIA DAN GAGASAN MEWUJUDKAN MODEL PENDIDIKAN INDONESIA YANG BARU
PERMASALAHAN PENDIDIKAN
INDONESIA DAN GAGASAN MEWUJUDKAN MODEL PENDIDIKAN INDONESIA YANG BARU
Moh. Qowiyuddin Shofi (106.336) *
Abstrak
Dari sekian banyak
permasalahan pendidikan di Indonesia, ada hal mendasar yang sangat penting
untuk diperhatikan. Yaitu, mengapa anak didik atau bahkan hasil pendidikan di
Indonesia masih banyak yang belum mencerminkan kepribadian manusia Indonesia
yang bermoral. Sebagai contohnya, sering terjadi penyelewengan sosial dan
seksual, seperti korupsi, penyalagunaan jabatan, konsumsi narkoba,
perselingkuhan, pelecehan seksual, pakaian wanita yang serba terbuka, pergaulan
bebas, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh sebagian anak bangsa, baik
pelajar, mahasiswa maupun kalangan dewasa. Melihat kondisi tersebut, tentunya
pendidikaan Indonesia tidak boleh diam saja. Pendidikan Indonesia harus
menciptakan sebuah gagasan model pendidikan yang baru untuk memerangi permasalahan
tersbut. Dan model pendidikan berbasis moral dirasa mampu untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
Kata-kata kunci: permasalahan pendidikan,
model baru pendidikan Indonesia, model pendidikan berbasis moral.
1. Pendahuluan
Kekuasaan-kekuasaan
kolonial Belanda dan Jepang, sejak berakhirnya Perang Dunia II, masih
meninggalkan tapak-tapak pengaruhnya di tanah air. Sistem kolonial Belanda
telah mencangkokkan sistem pendidikan negaranya sendiri di daerah nusantara.
Juga kekuasaan politik dan ekonomi Eropa, Amerika, Jepang, dan negara-negara
maju lainnya yang menguasai sebagian besar wilayah dunia, sekarang ini
memberikan stempel pengaruhnya kepada lembaga-lembaga pendidikan di Dunia
Ketiga, termasuk Indonesia.
|
2. Permasalahan Pendidikan Nasional
Dunia
pendidikan nasional di Indonesia saat ini mengalami krisis yang cukup serius.
Krisis ini disebabkan karena lemahnya tenaga ahli pendidikan, visi dan politik
pendidikan Indonesia yang tidak jelas, serta banyak penyelewengan yang
dilakukan oleh pelaku pendidikan. Akibat beberapa faktor tersebut, terjadilah sesuatu
yang memprihatinkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dari sekian banyak
problematika yang dialamai, yang paling menjadi sorotan adalah menurunnya
moralitas anak bangsa.
Realitas
mengenai menurunnya moralitas anak bangsa ini berangkat dari permasalahan
profil dan performan para pelajar dan mahasiswa yang di antara mereka banyak yang
tidak lagi mengindahkan ajaran agama, tata susila, dan kesopanan. Hal ini bisa
dilihat dalam realitas kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, banyak pelajar
dan mahasiswa yang terlibat dalam tindak penyelewengan sosial dan pelecehan
seksual, ketergantungan pada narkoba, pencurian, pemerkosaan, pergaulan bebas, free
sex, dan lain sebagainya. Kenyataan pahit tersebut tentu menjadi tanggung jawab
berat dunia pendidikan, baik pendidikan dalam konteks formal, non-formal maupun
informal.
3. Model Baru Pendidikan Indonesia
Melihat
banyaknya krisis yang dialami dunia pendidikan nasional di Indonesia, tentunya
negara tidak boleh terus mempertahankan model pendidikan yang telah ada. Negara
harus melakukan penyikapan secara tegas dengan cara membentuk sebuah model
pendidikan yang baru. Dengan adanya model pendidikan yang baru ini, diharapkan
pendidikan Indonesia mampu menjadikan jumlah penduduk Indonesia yang demikian
besar bukan menjadi beban, melainkan menjadi aset negara yang produktif.
Adapun
pemikiran tersebut tidak bermaksud bahwa pendidikan nasional harus terfokus
untuk menjadikan siswa sebagai tukang penghasil produk, melainkan bagaimana
menjadikan mereka putra-putri bangsa yang kreatif, inovatif, dan memiliki
komitmen kebangsaan dan kemanusiaan yang kuat yang mampu mengangkat harkat dan
martabat bangsa dalam pergaulan dunia.
Melihat
iktikad tersebut, model pendidikan berbasis moral dirasa mampu untuk
menjawabnya. Selain penanaman kemampuan berpikir pada anak bangsa, penanaman
moral juga sangat penting guna mengontrol penyelewengan yang ada. Dari sini,
diharapkan model tersebut mampu menghapus kritikan yang mengatakan bahwa pelajar
Indonesia adalah pelajar yang cerdas, namun cacat moral.
a. Model Pendidikan Berbasis Moral
Ide model
pendidikan berbasis moral pada dasarnya diilhami oleh sebuah keprihatinan atas
realitas anak didik bahkan hasil pendidikan di Indonesia yang belum
sepenuhnya mencerminkan kepribadian yang bermoral, yakni santun dalam bersikap
dan berperilaku. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki
dalam sistem pendidikan kita. Oleh karenanya, sebagai upaya awal perbaikan
terhadap sistem pendidikan di Indonesia, maka sangat diperlukan adanya landasan
pendidikan yang jelas dan terarah, yaitu pendidikan berbasis moral.
b. Konsep
Model Pendidikan Berbasis Moral
Kajian
tentang konsep pendidikan berbasis moral sebenarnya berangkat dari sebuah terminologi
Islam, yaitu “al-Ta’dib dan al- Tarbiyah” yang berarti pendidikan
dalam arti luas, yakni pendidikan dalam aspek intelektualitas (akliyah)
dan aspek nilai seperti budi pekerti, moral, dan sopan santun (adabiyah).
Secara sederhana menurut Muhammad Naquib Al-Attas, istilah al-Ta’dib
dan al-Tarbiyah ini dipahami sebagai suatu upaya peresapan dan penanaman
sikap dan perilaku pada diri manusia (anak didik) dalam proses pendidikan. Di samping
itu, tatakrama yang selama ini sering terkesampingkan merupakan suatu muatan atau
kandungan yang harus ditanamkan dalam proses pendidikan. Selanjutnya Al-Attas
menyatakan bahwa penekanan pada tatakrama (adab) yang mencakup sikap dan
perilaku dalam proses pendidikan dimaksudkan untuk menjamin bahwa ilmu yang dimiliki
seseorang akan dipergunakan secara benar dan tidak diselewengkan oleh pemiliknya.
Orientasi pendidikan berbasis moral dalam perspektif Islam pada dasarnya mengarah
pada pendidikan yang bercorak moral-religius seperti yang tersirat dalam konsep
Ta’dib yaitu memadukan antara ilmu dan amal.
Hal
yang sama juga pernah digagas dan dibangun oleh Ibnu Maskaweh tokoh,
seorang pemikir pendidikan Islam klasik. Ia menyatakan bahwa konsep pendidikan harus
bertumpu pada pendidikan akhlak, karena dengan pendidikan bertumpu pada akhlak akan
terwujud pribadi susila, berwatak, dan berperilaku luhur. Lebih lanjut menurut Maskaweh
setiap materi bidang ilmu harus diarahkan untuk terciptanya akhlak mulia dan juga
bisa memberikan makna kejasmanian terhadap ajaran agama yang bernilai
kerohanian, seperti perintah shalat dikaitkan dengan kesehatan tubuh, makna
filosofis shalat berjamaah sebagai simbol kebersamaan dan persatuan, dan lain
sebagainya. Dengan demikian, berbagai bidang ilmu yang diajarkan dalam proses
pendidikan seharusnya tidak diajarkan semata-mata karena ilmu itu sendiri atau
tujuan akademik semata, akan tetapi juga karena tujuan lain yang lebih
substansial, yaitu akhlak yang mulia. Dengan kata lain, setiap bidang ilmu
membawa misi moral atau akhlak mulia.
Masih
dalam kaitan dengan pendidikan berbasis moral, perlu juga mengacu pada pendapat
Ibnu Sina (980-1039) yang oleh dunia Barat dikenal dengan Avicenna.
Ia mengatakan, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (al-Sa’adah).
Kebahagiaan dicapai secara bertingkat, yaitu kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah-tangga,
kebahagiaan masyarakat, kebahagiaan manusia secara menyeluruh, dan kebahagiaan
manusia yang hakiki yaitu kebahagiaan di Akhirat. Selanjutnya menurut Ibnu Sina
tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki
seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik,
intelektual, dan budi pekerti.
Dari
beberapa konsep dan ilustrasi pendidikan berbasis moral sebagaimana dikemukakan
oleh para tokoh tersebut di atas, pada dasarnya semuanya berorientasi pada keberhasilan
anak didik agar mampu mencerminkan potensi intelektual dan potensi budi
pekertinya. Dengan demikian, diharapkan kelak menjadi manusia yang mulia, baik di
hadapan Tuhan maupun manusia. Oleh karenanya, dalam proses penilaian terhadap
anak didik dalam pendidikan tidak bisa hanya menitikberatkan pada potensi intelektualnya
saja, akan tetapi juga harus menitikberatkan pada moralitasnya.
Kalau kita
bercermin pada realitas pendidikan di Indonesia dalam proses penilaian anak
didik, masih banyak yang berkutat pada penilaian aspek kognitif saja, belum
secara konkrit melibatkan aspek afektif dan psikomotorik, sehingga dalam realitasnya,
banyak pelajar dan mahasiswa dinilai dari aspek kognitif berhasil, akan tetapi dari
aspek afektif dan psikomotorik belum menunjukkan keberhasilan belajarnya. Padahal
yang dinamakan belajar yang sesungguhnya adalah adanya perubahan sikap dan
perilaku ke arah yang lebih baik daripada sebelumnya, dan perubahan tersebut
meliputi perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dengan
modal pendidikan berbasis moral diharapkan anak didik ke depan memiliki keunggulan
komparatif dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi dan
dijiwai oleh kepribadian yang luhur. Sebagai suatu ilustrasi betapa penting karakter
seseorang yang dilandasi dengan moralitas daripada hanya sekedar pintar tapi tidak
terpuji seperti halnya orang berenang. Seseorang akan menilai orang lain pandai
berenang apabila ia mempunyai pengalaman berenang dan bisa mempraktekkannya.
Artinya ketika ia dimasukkan ke dalam kolam renang, ia bisa berenang dan tidak
tenggelam, bukan dinilai pintarnya dia mengusai teori-teori berenang, akan tetapi
ketika dimasukkan ke dalam kolam renang ia tenggelam dan tidak bisa berbuat
apa-apa. Demikian pula seseorang akan lebih menghargai orang lain dalam hal sikap
dan perilakunya yang terpuji walaupun tidak terlalu pintar, dari pada orang
pintar akan tetapi sikap dan perilakunya tidak benar. Ini menunjukkan betapa
penting sikap dan perlaku terpuji di hadapan manusia, terelebih di hadapan
Tuhan.
4. Simpulan
Pendidikan
di Indonesia sudah mengalami krisis yang sangat banyak. Yang lebih
memprihatinkan adalah hilangnya moral yang menjadi ciri khas orang pribumi yang
ramah dan santun. Model pendidikan berbasis moral merupakan pembaharuan untuk
model pendidikan lama yang dirasa tidak berhasil dalam mencetak anak bangsa
yang nasionalis. Model pendidikan berbasis moral ini lebih berusaha menekankan
penanaman kemampuan secara utuh yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Jika model ini digunakan, maka dapat dipastikan bahwa anak bangsa
akan menjadi generasi yang tidak hanya kreatif dan inovatif, namun juga
bermoral dan beretika tinggi sehingga dapat mengembalikan citra bangsa
Indonesia yang dikenal sebagai warga yang ramah dan cerdas.
5. Dafatar Rujukan
Al-Attas, Muhammad Naquib. 1994, The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philoshophy of Education Terjemahan. Haidar Baqir. Bandung: Mizan.
Busyairi, Majidi. 1977. Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Al-Amin Press.
Http://hadrianlampung.blogspot.com/2011/10/konsep-model-pendidikan-di-indonesia.html
Http://mutiara.student.umm.ac.id/2010/01/21/hello-world/
Silberman, Mel. 2002. Active Learning: 101 Strategi
Pembelajaran Aktif. Terjemahan. Sarjuli, dkk. Yogyakarta: Yappendis.
ARTIKEL
Tentang
PERMASALAHAN PENDIDIKAN INDONESIA DAN GAGASAN MEWUJUDKAN
MODEL PENDIDIKAN INDONESIA YANG BARU
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Kependidikan
Dosen Pengampu:
Moh. Khozin S.Ag, MSI
Oleh:
Moh. Qowiyuddin Shofi (106.336)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK
INDONESIA
2012
Komentar
Posting Komentar