GUS JAKFAR










LAKON
GUS JAKFAR
Karya Qowiyuddin
Diadaptasi dari cerpen karya Gus Mus
2014


PROLOG
Kisah ini adalah sebuah kisah yang diadaptasi dari salah satu cerpen dalam kumpulan cerpen LUKISAN KALIGRAFI karya A. Mustofa Bisri [Gus Mus], berjudul GUS JAKFAR.

Diceritakan: Gus Jakfar adalah putra bungsu Kiai Saleh, sesepuh pengasuh pondok pesantren Sabilul Muttaqin yang paling menarik perhatian masyarakat karena kemampuan unik yang beliau miliki. Kemampuan apakah itu? Mari kita saksikan kisah selengkapnya.

ADEGAN 1

Di suatu pagi, Solikin bersama kawan-kawannya sedang membicarakan Gus Jakfar.

SOLIKIN
Kata Kiai Saleh, Gus Jakfar itu lebih tua dari beliau sendiri. Saya jadi bingung. Kiai Saleh kan ayah Gus Jakfar. Tapi kok bilang begitu. Saya tidak paham apa maksudnya.

BAMBANG
Tapi Gus Jakfar itu memang luar biasa. Matanya itu lho. Sekilas saja beliau melihat kening orang, kok langsung bisa melihat rahasianya yang tersembunyi.
Kalian ingat, Sumini yang anak penjual rujak di terminal lama yang dijuluki perawan tua itu, sebelum dilamar orang sabrang, kan ketemu Gus Jakfar. Waktu itu Gus Jakfar bilang, “Sum, kulihat keningmu kok bersinar. Sudah ada yang melamar kamu ya?”. Eh tak lama kemudian orang sabrang itu datang melamarnya. Luar biasa.

GEMBONG
Kang Kandar kan juga begitu. Kalian kan mendengranya sendiri ketika Gus Jakfar bilang kepada tukang kebun SD IV itu, “Kang, saya lihat hidung sampean kok sudah bengkok. Sudah capek menghirup nafas ya?”. Lho, ternyata besoknya Kang Kandar meninggal. Ya. Waktu itu saya pikir Gus Jakfar hanya berkelakar. Gak tahunya beliau sedang membaca tanda pada diri kang Kandar.

DARMO
Saya malah mengalaminya sendiri. Waktu itu tak ada hujan, tak ada ojek, becek-becek. Eh tiba-tiba Gus Jakfar bilang kepada saya, “Wah, saku sampean kok mondol-mondol. Dapat proyek besar ya?”. Padahal saat itu saku saya justru sedang kempes. Dan percaya atau tidak, esok harinya saya menang togel.

SEMUA
Ooooh... gendheng! [sambil mendorong kepala Gembong karena kesal]

GEMBONG
Tobat le, tobat. Iki jaman wes apene akhir.

DARMO
Lho tapi kejadian itu beneran lho.

BAMBANG
Apa yang begitu itu disebut ilmu ma’rifat ya?

SOLIKIN
Mungkin saja. Makanya saya justru takut kalau ketemu Gus Jakfar. Takut dibaca tanda-tanda buruk saya. Nanti pikiran saya malah jadi terganggu.

Tiba-tiba, Darmo melihat Gus Jakfar dari kejauhan berjalan ke arah mereka.

DARMO
Eh, kang. Itu kan Gus Jakfar sedang berjalan ke arah sini. [menunjuk ke arah Gus Jakfar]

SOLIKIN
Wadoh. Iya. Modar nih kita. Kalau hidup kita dibaca sama beliau, bisa susah tidur nih.

GEMBONG
Kita tutupi kening kita saja kang, biar Gus Jakfar tidak bisa membaca tanda-tanda rahasia kita.

BAMBANG
Oh. Iya iya. Bener kamu. Tumben pinter.

Sebelum Gus Jakfar tiba di area berkumpulnya mereka, mereka sudah menutupi kening mereka masing-masing karena takut dibaca oleh Gus Jakfar. Lalu Gus Jakfar iba dan menyapa dengan salam.

GUS JAKFAR
Assalamualaikum..

SEMUA menjawab
Waalaikum salam.. [dengan wajah meringis menyembunyikan ketakutan]

GUS JAKFAR
Wah. Ada apa ini? Kok sepertinya, kumpulannya sangat seru.

SOLIKIN
Hehehe. Tidak ada apa-apa kok Gus. Cuma kumpul biasa saja. [tersenyum khawatir]


GUS JAKFAR
Lho. Itu kenapa kok keningnya pada ditutupi? [penasaran]

BAMBANG
Oh. Ini Gus. Kita sedang main tebak-tebakan.
[Solikin dan yang lain kaget mendengar Bambang menjawab dengan alasan yang konyol]

GUS JAKFAR
Main tebak-tebakan kok pakek nutupi kening? Mainnya gimana itu? [semakin penasaran]

SOLIKIN
[menjelaskan seadanya] Jadi kening kita semua ditulisi nama-nama hewan Gus. Jadi siapa yan mampu menebak dengan benar, dia yang menang. Gitu Gus. Hehe. [meringis khawatir]

GUS JAKFAR
Permainan yang aneh, sama seperti kalian. Sudah pada tua kok mainnya gitu-gituan.

DARMO
Memang kita berobsesi jadi orang aneh kok Gus. Hehe
[mendengar alasan Darmo, kawannya yang lain memandanginya dengan muka kesal]

GUS JAKFAR
Ya sudah. Saya jalan dulu ya. Saya mau sowan ke rumah Paman saya. Monggo. Assalamualaikum..

SEMUA menjawab
Waalaikum salam.. [bernapas lega sambil melepas tangan mereka yang menutupi kening dari tadi]

SOLIKIN
Selamet. Selamet. Hampir saja.
Kamu sich [kepada Bambang] pakek alasan kita sedang main tebak-tebakan. Kita jadinya dikatain orang aneh sama Gus Jakfar.

BAMBANG
Saya bingung kang mau jawab apa. Lagian sampean tadi kenapa diem. Lagipula saya masih mending ketimbang Darmo. Dia malah ngatain kita berobsesi jadi orang aneh.

DARMO
Lho. Saya kan cuma meneruskan apa yang sudah sampean mulai. [dengan kesal]


GEMBONG
Sudah sudah. Sesama orang aneh dilarang berdebat. [menenangkan suasana]
aku balik dulu ya. Sudah lapar nih. [membuayrkan perkumpulan]

SOLIKIN
Iya aku juga. Ya sudah, kita lain waktu berkumpul lagi ya. Ayo balik ke rumah masing-masing.

Solikin dan yang lain pulang ke rumah masing-masing.

ADEGAN 2

Pada suatu ketika, sikap Gus Jakfar berubah, masyarakat pun geger. Saat suara adzan isya’ berkumandang, sebelum sholat isya’, Solikin dan kawan-kawan merencanakan untuk sowan ke rumah Gus Jakfar guna mencari tahu tentang apa yang terjadi sebenarnya.

GEMBONG
Aneh. Akhir-akhir ini Gus Jakfar kok berubah 180’ ya? Beliau sudah tidak seperti biasanya.

DARMO
Beliau juga sempat menghilang berminggu-minggu. Sesampainya ia kembali, tiba-tiba langsung berubah. Beliau sudah tidak pernah membaca kening orang lagi.

SOLIKIN
Ya itu bagus donk! Kita dan masyarakat yang lain sudah tidak perlu khawatir lagi jadinya.

BAMBANG
Apa jangan-jangan ilmu beliau hilang pada saat beliau menghilang itu?
Wah. Sayang sekali ya, jika keistimewaan Gus Jakfar benar-benar menghilang.

GEMBONG
Ke mana beliau pergi saat menghilang pun kita tidak tahu. Kalau saja kita tahu ke mana beliau pergi, mungkin kita akan mengetahui apa yang terjadi pada beliau dan mengapa kemudian beliau berubah.

BAMBANG
Tapi, bagaimanapun juga, kejadian ini ada hikmahnya. Ya paling tidak, kini kita dan masyarakat bisa setiap saat menemui Gus Jakfar tanpa merasa deg-degan dan was-was.

SOLIKIN
Jika kita memang penasaran, sebaiknya kita langsung saja sowan ke ndalemnya Gus Jakfar untuk menemui beliau dan langsung menanyakan tentang apa yang terjadi. Bagaimana?


DARMO
Tapi kang, kalo saat kita sowan, tiba-tiba ada cahaya datang dari langit, kemudian masuk ke tubuh Gus Jakfar. Tuing tuing tuing crut. Dan ternyata cahaya itu adalah ilmu Gus Jakfar yang kembali lagi, bagaimana? Bisa dibaca nanti rahasia hidup kita.

GEMBONG
Lebay bingid sich! Kamu ini mikirnya aneh-aneh saja. [berpikir sejenak] tapi benar juga katamu. Aku juga khawatir kalau tiba-tiba keistimewaan beliau kembali saat kita sowan.

SOLIKIN
Alah. Kalian berdua ini mikirnya kejauhan.
Ya sudah, gini saja. Untuk menjaga hal yang seperti kalian khawatirkan, bagaimana kalau kita sowannya pakai iket kepala. Supaya kening kita tertutup, dan beliau tidak bisa membaca kening kita saat ilmunya kembali.

BAMBANG
Wah. Bagus juga ide saya ya!

SOLIKIN
Ideku [kesal]

BAMBANG
Oh iya, ide sampean. Hehe.

SOLIKIN
Ya sudah, ayo kita segera ke masjid untuk isya’an, setelah itu kita siap-siap untuk sowan ke ndalemnya Gus Jakfar.

Solikin dan kawan-kawannya pun bergegas pergi.

ADEGAN 3

Di ndalem Gus Jakfar. Semua tamu, termasuk Solikin dan kawan-kawannya, ngobrol dengan akrab bersama Gus Jakfar.

Gembong, Bambang, dan Solikin saling berbisik.

GEMBONG [berbisik]
Lihat! semua tamu bisa jadi lebih akrab ngobrolnya dengan Gus Jakfar. Sudah tidak ada perasaan takut lagi.


BAMBANG
Iya. Tapi kapan nih kita tanya kepada beliau tentang penasaran kita?

SOLIKIN
Nanti. Sabar dulu. Tunggu sampai semua tamu pulang.
[akhirnya semua tamu pulang]
Tuh, nampaknya semua sudah mulai pulang. Ayo sekarang giliran kita. Kita siap-siap.

SOLIKN dan kawan-kawannya bersiap dan memakai ikat kepala untuk menutupi kening mereka.

GUS JAKFAR
[kepada para tamu yang berpamitan pulang]
Hati-hati di jalan ya. Sukron sudah main ke sini.

SEMUA TAMU
Njeh Gus. Monggo. Assalamualaikum.

GUS JAKFAR
Waalaikum salam.
[Gus Jakfar kembali ke temapat duduk untuk menemui Soliki dan kawan-kawan]
Monggo-monggo.. [menyuguhkan jamuan kepada Solikin dkk]

Melihat penampilan Solikin dkk yang aneh, dengan ikat kepala yang digunakan mereka, Gus Jakfar bertanya sambil bercanda kepada Solikin dkk.

GUS JAKFAR
Wah. Ini ada apa ya? Kok demonstrasi di rumah saya? Rumah ini kan bukan pabrik atau gedung pemerintah. Kok mau didemo?

SOLIKIN
Lho. Siapa yang mau demo Gus memangnya? [kebingungan]

GUS JAKFAR
Lha itu, iket kepalanya, kayak orang mau demo saja.

SOLIKIN
oh, tidak gus. Ini Cuma.. [berpikir]

DARMO
[langsung menyahuti] Cuma modis Gus. Ini modis kopyah terbaru gus.


GUS JAKFAR
Modis apa modus? Hayo...

DARMO
Modis kan saudaranya modus, jadi tidak beda jauhlah gus. hehe
[tiba-tiba, solikin mencubit Darmo]
Aduh...

GUS JAKFAR
Kalian memang aneh. [tertawa kecil]

SOLIKIN
Gini Gus. Langsung saja nggeh.
Disamping kami datang ke sini untuk silaturahmi, malam ini kami datang juga dengan sedikit keperluan khusus.

GUS JAKFAR
Khusus bagaimana? Wah. nampaknya serius nih ya.

SOLIKIN
Langsung saja gus nggeh. Kami penasaran dan sangat ingin tahu apa latar belakang perubahan sikap Gus Jakfar.

GUS JAKFAR
Latar belakang? [tertawa kecil] kayak mau ngajukan makalah saja pakek latar belakang. Apa ndak sekalian rumusan masalahnya ditanyakan?
Langsung saja kang. Gak usah sungkan. Apa jelasnya yang ingin sampean tanyakan?

SOLIKIN
[meringis sungkan] gini gus. Maaf sebelumnya nggeh.
Dulu kan panjenengan bisa dan suka membaca tanda-tanda orang. Kok sekarang tiba-tiba jenengan tidak mau lagi membaca, bahkan dimintapun tidak mau. Apa keistimewaan Gus Jakfar menghilang?

GUS JAKFAR
Oh. Itu toh. [sedikit kaget mendengar pertanyaan Solikin]
Ceritanya panjang, kang. Sampean-sampean bersedia mendengarkan?

SEMUA
Bersedia Gus.

GUS JAKFAR
Pengalaman yang saya alami ini bukan pengalaman biasa. Dan mudah-mudahan setelah mendengarkan ini, sampean semua dapat mengambil hikmahnya.

SEMUA
Insya alloh Gus

GUS JAKFAR
Suatu malam, saya bermimpi bertemu ayah dan saya disuruh mencari seorang wali sepuh yang tinggal di sebuah desa kecil di lereng gunung yang jaraknya dari sini sekitar 200 km ke arah selatan. Namanya Kiai Tawakkal. Kata ayah dalam mimpi itu, hanya kiai-kiai tertentu yang tahu tentang kiai yang usianya sudah lebih 100 tahun ini. Santri-santri yang belajar kepada beliau pun rata-rata sudah disebut kiai di daerah masing-masing.
Terus terang saja, saya jadi penasaran dengan mimpi saya itu, dan akhirnya saya diam-diam tanpa pamit siapapun, pergi ke tempat yang ditunjukkan ayah di dalam mimpi dengan niat bilbarokah dan menimba ilmu beliau.
[tiba-tiba Gus Jakfar berjalan keluar]

SOLIKIN
Lho. Gus Jakfar mau ke mana?

GUS JAKFAR
Katanya bercerita. Ya ayo saya ceritakan di luar saja. Biar panggung ini dipakai rekaman kejadiannya.

GEMBONG
Oh. Jadi adegan flashback nih? Wah kayak film saja.

GUS JAKFAR
Sudah. Ayo keluar dulu.

SEMUA
njeh gus

ADEGAN 4

[Reka ulang kejadian Gus Jakfar saat menemui Kiai Tawakkal]

NARATOR/ GUS JAKFAR
Setelah saya memutuskan untuk menemui Kiai Tawakkal tersebut, saya mencarinya sesuai petunjuk dalam mimpi saya.
Saya bertanya ke sana ke mari, ternyata tidak ada yang tahu Kiai Tawakkal. Hingga akhirnya saya bertemu dengan orang tua dan saya diberi petunjuk. Langsung saja saya pergi dan akhirnya saya sampai di suatu tempat yang sesuai dengan petunjuk orang tua tadi.

[Dalam panggung, terdapat Kiai Tawakkal dikelilingi para santri, dan Gus Jakfar menatap tanpa henti lalu mendekat dan mengamati sosok Kiai Tawakkal tersebut. Tiba-toba Gus Jakfar terkejut.]

GUS JAKFAR
[kaget setengah mati] astaghfirullah hal’adlim..
Ahli Neraka [tulisan di kening Kiai Tawakkal tsb] astaghfirullah, belum pernah selama ini saya melihat tanda yang begitu gamblang.
Tapi tidak mungkin. Beliau adalah Kiai Tawakkal, Wali Allah. [bingung] pasti saya salah melihat.
[mencoba mengamati sekali lagi] astaghfirullah.. [merunduk bingung]

[Kiai Tawakkal dan semua santrinya meninggalkan panggung]

GUS JAKFAR
Akhirnya niat saya untuk menimba ilmu, sudah saya ubah menjadi keinginan untuk menyelidiki dan memecahkan keganjilan ini. Beberapa hari saya amati perilaku Kiai Tawakkal, tidak terlihat sama sekali hal-hal yang mencurigakan. Kegiatannya sehari-hari tidak berbeda dengan kiai pada umunya. Mengimami sholat jamaah, melakukan sholat-sholat sunnah, dzikir malam, dan semacamnya.
Memang ada kalanya beliau keluar malam pada malam-malam tertentu, tapi menurut santri-santri, itu merupakan kegiatan rutin yang sudah dijalani Kiai Tawakkal sejak muda, semacam lelana brata, kata mereka.
Baru setelah beberapa minggu tinggal di pesantren, pada suatu malam purnama, saya melihat kiai keluar dengan pakaian rapi. [Kia Tawakkal masuk panggung dengan pakaian rapi] Melihat waktu yang sudah larut, tidak mungkin beliau pergi untuk mendatangi undangan hajatan atau yang lain. Dengan hati-hati, saya pun membuntutinya.
[Kiai Tawakkal berjalan, dan Gus Jakfar mengikutinya dari belakang.]

GUS JAKFAR
Mau ke mana beliau malam-malam begini? Apa ini yang dinamakan lelana brata? Sebaiknya saya ikuti beliau untuk mencari tahu.
[Gus Jakfar pun mengikuti Kiai Tawakkal]


ADEGAN 5

Di sebuah warung remang, terlihat beberapa orang sedang asik menikmati sajian warung yang juga dipenuhi oleh para wanita. Namun di warung itu, tak nampak sosok Kiai Tawakkal hingga membuat Gus Jakfar kebingungan.

GUS JAKFAR
Di mana Kiai Tawakkal tadi? Perasaan tadi aku mengikutinya.

[Tiba-tiba Gus Jakfar kaget mendengar ada suara Kiai Tawakkal memanggilnya dari belakang.]

KIAI TAWAKKAL
Mas Jakfar! [menepuk pundak Gus Jakfar dari belakang]
[Gus Jakfar kaget dan tersipu malu melihat Kiai Tawakkal berada dihadapannya]
Kenapa berdiam saja di sini? Mari ikut masuk ke dalam.
[Kiai Tawakkal mengajak Gus Jakfar ke dalam warung, dan Gus Jakfar yang masih dalam keadaan kaget tak sanggup menolak ajakan Kiai Tawakkal.]
[kepada orang-orang di warung] Ini kawan saya. Dia datang dari daerah yang cukup jauh. Cari pengalaman katanya.
[kepada Gus Jakfar] minum kopi ya? [Gus Jakfar mengangguk]
Yu’, kopi satu lagi ya!
[kepada Gus Jakfar] silahkan mas. Ini namanya jajan Rondo Royal. Tape goreng kebanggan warung ini. [Gus Jakfar hanya mengangguk saja]

GUS JAKFAR [dalam hati]
Astaghfirullah.. Bagaimana mungkin Kiai Tawakkal yang terkenal waliyullah dan dihormati para kiai lain, bisa berada di tempat seperti ini. Akrab dengan orang-orang beginian. Bercanda dengan wanita warung. Apa ini yang disebut lelana brata? Atau inikah dunia lain yang beliau sembunyikan dari umatnya?. Pantas saja di keningnya terdapat tanda itu. Ahli Neraka. Ternyata ini penyebabnya.

KIAI TAWAKKAL [membuyarkan lamunan Gus Jakfar]
Mas, sudah larut malam. Kita pulang yuk!
[Kiai Tawakkal dan Gus Jakfar beranjak dari warung]
Biar cepat, kita mengambil jalan pintas saja ya!

[selain Gus Jakfar, Kiai Tawakkal dan semua pemain yang ada di panggung keluar]


GUS JAKFAR
Kiai Tawakkal dan saya kembali pulang mengambil jalan pintas. Saya mengikuti beliau dari belakang. Kami menerobos hutan, hingga akhirnya sampai di sebuah sungai, saya dikagetkan dengan kejadian mencengangkan. Kiai Tawakkal berjalan di atas permukaan air sungai, seolah-olah di atas jalan biasa saja. Sampai di seberang, beliau menoleh ke arah saya yang masih berdiri mematung, dan melambaikan tangannya agar saya segera menyebrangi sungai itu. Saya pun melewatinya dengan berenang. Sampai di seberang, ternyata Kiai Tawakkal sudah duduk-duduk di bawah pohon randu alas.
[Kiai Tawakkal masuk panggung dan langsung bersila, Gus Jakfar mendekati meneruskan adegan rekaan ulangnya]

KIAI TAWAKKAL
Bagaimana? Kau sudah menemukan apa yang kau cari? Apakah kau sudah menemukan pembenar dari tanda yang kau baca di kening saya? Mengapa kau masih seperti terkejut? Apakah kau yang mahir melihat tanda-tanda menjadi ragu terhadap kemahiranmu sendiri?
Anak muda, kau tak perlu mencemaskan saya hanya karena kau melihat tanda AHLI NERAKA di kening saya. Kau pun tidak perlu bersusah payah mencari bukti yang menunjukkan bahwa aku memang pantas masuk neraka. Karena, pertama, apa yang kau lihat belum tentu merupakan hasil dari pandangan kalbumu yang bening. Kedua, kau kan tahu, aku adalah milik Allah. Maka terserah kehendak-Nya, apakah ia mau memasukkan diriku ke sorga atau neraka.
Untuk memasukkan hamba-Nya ke sorga atau neraka, sebenarnya Ia tidak memerlukan alasan. Sebagai kiai, apakah kau berani menjamin amalmu pasti mengantarkanmu ke sorga kelak? Atau kau berani mengatakan bahwa orang-orang di warung tadi yang kau pandang sebelah mata itu pasti masuk neraka?
Kita berbuat baik karena kita ingin dipandang baik oleh-Nya, tapi kita tidak berhak menuntut balasan dari kebaikan kita. Mengapa? Karena kebaikan kita pun berasal dari-Nya. Bukankah begitu?
Kau harus lebih berhati-hati bila mendapatkan cobaan dari Allah berupa anugerah. Cobaan yang berupa anugerah tidak kalah gawatnya dibandingkan cobaan yang berupa penderitaan. Seperti mereka yang di warung tadi, kebanyakan mereka adalah orang susah. Orang susah sulit kau bayangkan bersikap takabbur, ujub, atau sikap-sikap lain yang cenderung membesarkan diri sendiri. Berbeda dengan mereka yang mempunyai kemampuan dan kelebihan, godaan untuk takabbur dan sebagainya itu datang setiap saat. Apalagi bila kemampuan dan kelebihan itu diakui oleh banyak pihak.

[Gus Jakfar merenungi perkataan Kiai Tawakkal, dan bersamaan dengan itu, Kiai Tawakkal langsung keluar pnggung, kemudian Solikin dkk masuk panggung lagi dan Gus Jakfar melanjutkan berceritanya]


GUS JAKFAR
Malam itu saya benar-benar merasa mendapatkan pemahaman dan pandangan baru dari apa yang selama ini sudah saya ketahui. Saya mendapatkan ilmu yang sangat banyak dari Kiai yang sangat luar biasa ini.
Setelah itu Kiai Tawakkal mengajak saya untuk pulang. Namun, ketika saya bangkit, Kiai Tawakkal sudah tak tampak lagi. Menghilang tiba-tiba entah ke mana. Dengan bingung saya terus berjalan seperti orang linglung.
Saat suara adzan subuh berkumandang, saya mendekati sebuah surau bambu dengan harapan bertemu dan berjamaah dengan Kiai Tawakkal. Namun, jangankan Kiai Tawakkal, orang yang mirip beliau pun tidak ada. Tak satu pun dari mereka di surau yang mengenal beliau.
Dari hal yang saya alami itulah yang merubah sikap saya. Jadi saya tidak mau lagi baca tanda-tanda manusia.

[Solikin dkk terenyuh mendengarkan kisah Gus Jakfar tersebut]

Nah, mudah-mudahan mulai sekarang kita tidak menjadi orang yang mudah menjastifikasi orang. Karena kita tidak tahu dengan keputusan Allah yang sebenarnya.
Penilaian manusia belum tentu sama dengan penilaian Allah.

DARMO
Oh ngonten njeh Gus. Wah sungguh kisah yang sangat bermanfaat. [sambil melepas ikatan kepalanya]

GUS JAKFAR
[melihat Darmo melaps ikatannya, Gus Jakfar menggoda] lho kang, kok hidungnya kempes?

[Darmo dan yang lain kaget]

DARMO
Waduh, mati aku!

GUS JAKFAR
Hehe, ya iya lah. Hidung sampean kan memang pesek, kang. Jadi ya kempes. Haha [tertawa lepas]
[Darmo lega, dan yang lain ikut tertawa melihat candaan Gus Jakfar.]


SELESAI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BENTUK DASAR DAN BENTUK ASAL

RAHWANA

Aku (maha)siswa