PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
“Manusia berbahasa ibarat burung
bersayap”, demikian kata George H. Lewis. Bahasa tak terlepas dari hakikat
keberadaan manusia karena itulah yang menjadi piranti komunikasi antar manusia.
Pada ungkapan di atas nampak bahwa manusia tanpa bahasa sama seperti burung
tanpa sayap, karena sayaplah yang mecirikan burung dan bahasalah yang
mencirikan manusia.
Noam Chomsky[1]
menyebutkan bahwa jika kita mempelajari bahasa maka pada hakikatnya kita sedang
mempelajari esensi manusia, yang menjadikan keunikan manusia itu sendiri.
Manusia dirancang untuk berjalan, tetapi tidak diajari agar bisa berjalan.
Demikian pula dalam berbahasa, tidak seorangpun bisa diajari bahasa karena
manusia diciptakan untuk berbahasa. Dalam artian bahwa pada kenyataannya
manusia akan berbahasa tanpa bisa dicegah agar dia tidak memperoleh bahasa. Chomsky juga menyatakan bahwa manusia sejak
lahir akan mempelajari bahasa dengan sendirinya, meski serumit apapun anak akan
memperoleh bahasa. Proses pemerolehan ini berlangsung secara alami, tidak
dengan cara menghafalkan kosakata,
aturan-aturan gramatika, dan aplikasi secara sosial. Kamus bahasa dalam otak
anak tersusun secara otomatis tanpa teori, sedangkan kemampuan gramatika anak
terasah dari pemerolehan yang disimaknya.
Pemerolehan bahasa merupakan salah satu hal yang menarik untuk dikaji karena hal itu menyangkut berbagai aspek perkembangan anak. Hal ini
terbukti telah banyak dikaji oleh para ahli dalam berbagai bidangyang relevan seperti linguistik umum,
psikologi, neurologi, biologi. Salah satunya tentang pemerolehan bahasa.
Perihal pemerolehan bahasa dan seluk
beluknya menjadi tema kajian Psikolinguistik yang merupakan studi psikologi
bahasa yang mengulas proses mental yang terjadi pada penggunaan dan pemerolehan
bahasa. Studi ini terkait dengan disiplin ilmu lainnya, misalnya: linguistik,
yang mengkaji struktur dan perubahan bahasa; neurolinguistik, yang mempelajari
hubungan antara otak dan bahasa; serta sosiolinguistik, yang membahas tentang
hubungan antara bahasa dan perilaku sosial.[2]
Banyak anak yang mengalami hambatan dalam pemerolehan
bahasa, salah satunya adalah anak pengidap tunarungu. Tunarungu adalah individu
yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen[3]. Dalam mini-research ini akan dibahas pemerolehan
bahasa pada anak tunarungu dengan objek bernama Suxma Amri Robby[4],
usia14 tahun; yang kemudian mengarah pada paparan tentang gangguan berbahasa
pada anak tersebut sebelum pada
akhirnya memberikan solusi yang tepat untuk pemerolehan bahasanya.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis mengambil judul Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu Di SDLB Tunas Harapan II Peterongan
Jombang.
1.2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, agar penelitian tetap terfokus
dan tidak melebar melewati fokus permasalahan, maka diperlukan adanya
pembatasan masalah. Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi
pada pemerolehan bahasa pada anak tunarungu dengan objek bernama Suxma Amri Robby, usia 14 tahun; yang kemudian
mengarah pada paparan tentang gangguan berbahasa pada anak tersebut sebelum pada
akhirnya memberikan solusi yang tepat untuk pemerolehan bahasanya.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam mini-research ini adalah sebagai berikut.
b. Apa yang menghambat pemerolehan
bahasaanak tunarungu (Aam)?
c. Bagaimana solusi untuk pemerolehan
bahasa anak tunarungu (Aam)?
1.4.
Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan mini-research
ini adalah untuk mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak tunarungu
dengan objek bernama Suxma
Amri Robby, usia 14 tahun; yang kemudian mengarah pada paparan
tentang gangguan berbahasa pada anak tersebut sebelum pada akhirnya memberikan
solusi yang tepat untuk pemerolehan bahasanya.
1.4.2.
Tujuan Khusus
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan masalah dalam mini-research ini adalah sebagai berikut.
a. Menjelaskan pemerolehan bahasa anak tunarungu
(Aam).
b. Menjelaskan hambatan pemerolehan
bahasa anak tunarungu (Aam).
c. Memberikan solusi untuk pemerolehan bahasa anak
tunarungu (Aam).
1.5. Manfaat
1.5.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil mini-research ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu Pemerolehan Bahasa, khususnya pada bidang Psikoinguistik.
1.5.2. Manfaat Praktis
Secara praktis mini-research ini dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi:
a.
Peneliti lain yang
akan mengkaji Pemerolehan Bahasa dari aspek lain.
b.
Guru ABK sebagai bahan
evaluasi dan studi alternatif.
c.
Sumbangan terhadap
ilmu psikologi terutama dalam menangani kasus pasien penderita tunarungu. Hal ini
di perlukan karena ketuntasan dan kesembuhan pasien di butuhkan teori yang diambil
dari berbagai disiplin ilmu bukan hanya ilmu kedokteran saja, akan tetapi juga
ilmu linguistik.
1.6. Definisi
Operasional
Dalam sebuah
penelitian tentunya terdapat beberapa istilah yang menimbulkan makna ganda.Untuk
menghindari salah tafsir, maka penulis mencantumkan istilah-istilah yang perlu
diberi penjelasan sebagai berikut.
a. Pemerolehan Bahasa adalahadalah
proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerolehan_bahasa)
b. Anak Tunarungu adalahindividu yang memiliki hambatan
dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus_Tunarungu)
Berdasarkan definisi operasional di atas, maka yang
dimaksud dengan Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu Di
SDLB Tunas Harapan II Peterongan Jombang adalah proses individu, yang
memiliki hambtan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen; dalam
mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk
pemahaman dan komunikasi di Sekolah Dasar Luar Biasa Tunas Harapan II
Peterongan Jombang.
BAB II
MASALAH
Dalam bab ini
akan dibahas mengenai
masalah-masalah yang dialami oleh anak penderita tunarungu dalam pemerolehan bahasa. Adapun objek dalam mini-research ini adalah salah satu siswa kelas VI SDLB Tunas Harapan II Peterongan Jombang yang
bernama Suxma Amry Robby
(Aam) yang mana dia merupakan kategori
tunarungu berat.
Namun, sebelum menuju ke
permasalahan. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai perkembangan bahasa pada anak dan
ragamnya.
2.1. Perkembangan Bahasa pada
Anak dan Ragamnya[6]
Perkembangan bahasa sering
menjadi tolok ukur tingkat intelejensi anak meskipun pada hakikatnya
perkembangan seorang anak merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling
melengkapi. Artinya seorang anak tidak dapat dikatakan cerdas jika dia hanya
bisa memecahkan masalah visuo-motor dan fasih berbahasa tanpa diimbangi
kemampuan bersosialisasi.
Setiap anak yang normal
pertumbuhan pikirannya akan belajar B1 atau bahasa ibu dalam tahun-tahun
pertama dalam hidupnya, dan proses ini terjadi hingga kira-kira umur 5 tahun.
Ketika seorang anak sedang memperoeh bahasa B1-nya, terjadi dua proses, yaitu
proses kompetensi dan proses performasi. Kedua proses ini merupakan dua proses
yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang
berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk
terjadinya proses performasi yang menyangkut proses pemaham dan proses
memproduksi ujaran. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mempersepsi kalimat
yang didengar. Sedangkan proses memproduksi ujaran menjadi kemapuan linguistik
selanjutnya.
Fungsi berbahasa merupakan
fungsi yang paling kompleks di antara seluruh fase perkembangan sebagaimana
yang dijabarkan di atas. Indikator perkembangan bahasa ini meliputi fungsi
reseptif, yaitu kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang,
terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan suara dan
akhirnya kata-kata; dan fungsi ekspresif, yaitu kemampuan anak mengutarakan
keinginannya dan pekirannya. Fungsi ekspresif ini dipengaruhi fungsi reseptif
dan merupakan kemampuan yang lebih kompleks mengingat anak memulai dengan
komunikasi preverbal, dilanjutkan komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan
tubuh, dan pada akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal
(Pusponegoro, 1997:80).
Tabel berikut meringkas
tahapan perkembangan bicara pada anak yang meliputi fungsi reseptif dan
ekspresif dimulai sejak bayi baru lahir hingga berumur 4 tahun.
Tahap perkembangan bicara
pada anak
Fungsi reseptif
|
Fungsi ekspresif
|
||
Perkembangan
|
Usia
|
Perkembangan
|
Usia
|
Bereaksi terhadap suara
|
lahir
|
Oooo-ooo
|
6 minggu
|
Tersenyum sosial
|
5 minggu
|
Guu-guu
|
3 bulan
|
Orientasi terhadap suara
|
4 bulan
|
A-guu, a- guu
|
4 bulan
|
Menoleh pada suara bel
- Fase I
- Fase II
- Fase III
|
5 bulan
7 bulan
9 bulan
|
Mengoceh
|
4–6 bulan
|
Dadada (menggumam)
|
6 bulan
|
||
Mengerti perintah ‘tidak boleh’
|
8 bulan
|
Da-da tanpa arti
Ma-ma tanpa arti
|
8 bulan
|
Mengerti perintah ditambah mimik
|
11 bulan
|
Dada
|
10 bulan
|
Mama, kata pertama
|
11 bulan
|
||
Mengerti perintah tanpa mimik
|
14 bulan
|
Kata kedua dan ketiga
|
12–13 bulan
|
Menunjuk 5 bagian badan
yang disebutkan
|
17 bulan
|
4 – 6 kata
|
15 bulan
|
7 – 10 kata
|
17 bulan
|
||
Kalimat pendek 2 kata
|
21 bulan
|
||
50 kata, kalimat terdiri
dari 2 kata
|
2 tahun
|
||
250 kata,
kalimar terdiri dari 3
kata
|
3 tahun
|
||
Kalimat terdiri dari 4-5
kata, bercerita
Menanyakan arti kata
Menghitung sampai 20
|
4 tahun
|
Dengan mengacu pada tabel
perkembangan bicara di atas, maka anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara
atau kesulitan berbahasa jika kemampuannya menyimpang dari standar tersebut. Penyebab
keterlambatan bicara dan berbahasa secara umum sangat beragam, diantaranya: 1)
retardasi[7] mental
yang menyebabkan kurangnya kepandaian anak dibandingkan anak lain seusianya, 2)
gangguan pendengaran, 3) kelainan organ bicara, 4) mutisme[8] selektif
atau ketidakmauan berbicara pada keadaan tertentu, 5) kurangnya stimuli dari
lingkungan, 6) kekurangan gizi yang mengakibatkan kelainan saraf, dan 7)
autisme atau deviasi[9]
komunikasi baik dalam berbahasa maupun bertingkah laku yang sedang tren
dibicarakan saat ini (Sutardi, 1997:67).
Anak yang mengalami keterlambatan bicara
tersebut merupakan anak yang membutuhkan perlakuan khusus atau yang biasa
dinamakan ABK (Anak Berkebutan Khusus). Adapun penjelasan mengenai anak
berkebutuhan khusus tersebut akan dijelaskan pada sub bab
berikut.
2.2.
Anak Berkebutuhan Khusus (Tunarungu)
Anak
berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi
atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan
khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan
yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille[10]
dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.[11]
Tunarungu adalah individu yang
memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Adapun
klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah sebagai
berikut.[12]
a. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi
di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel[13]).
Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit
kesulitan dalam percakapan.
b. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu
kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB.
Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah
pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat
terbantu dengan alat bantu dengar (hearing
aid).
c. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu
kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB.
Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara
dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin
dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
d.
Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya
dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar
percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung pada
komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu
dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower).
Sudah dijelaskan di atas bahwa objek
dalam mini-research ini adalah salah satu siswa kelas VI SDLB Tunas
Harapan II Peterongan Jombang yang bernama Suxma Amri Robby (14 tahun), yang biasa dipanggil Aam. Dia
adalah salah satu dari sekian banyak anak di Indoensia yang membutuhkan perlakuan
khusus dikarenakan ia penderita tunarungu. Ia adalah murid SDLB
Tunas Harapan II Peterongan kelas VI. Aam adalah buah hati dari pasangan
Bakeran dan Maisaroh. Ia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Tidak
ada faktor genetik yang membuatnya mengalami ketunarunguan karena semua keluarganya
normal. Aam yang lahir di Jombang pada tanggal 2 Desember 1997 ini mengalami ketunarunguan
sejak dalam kandungan. Hal ini disebabkan adanya gangguan saat ia masih dalam
kandungan yang mungkin terjadi karena adanya kesalahan dalam asupan gizi yang
ia terima.[14]
Berdasarkan
tingkat gangguan pendengarannya, Aam tergolong klasifikasi
tunarungu berat. Hal ini dibenarkan oleh Ulfa, sebagai guru
pendamping; dan Lilik, sebagai guru kelas. Keduanya mengatakan bahwa Aam tidak
dapat mendengar sama sekali suara yang mereka ucapkan kecuali mereka langsung
mendekat dan berbicara keras dihadapannya. Hal tersebut dipertegas oleh kakanya
sendiri yang mengatakan bahwa pendengaran Aam tergolong berat, ia hanya
mendengar suara yang keras seperti klakson truk dan suara dalam soud sistem.[15]
2.3. Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu (Aam)
Pemerolehan bahasa pertama, atau
yang kerap disebut bahasa ibu, merupakan proses kreatif dimana aturan-aturan
bahasa dipelajari anak berdasarkan input yang diterimanya melalui indra pendengaran
dari bentuk tersederhana hingga bentuk yang paling kompleks.[16]
Ketunarunguan yang dialami oleh Aam
jelas mengganggu pemerolehan bahasanya. Hal ini dikarenakan indra pendengarannya
tidak dapat berfungsi normal sehingga input yang seharusnya ia terima tidak terlaksana.
Karena memiliki kerusakan dalam pendengaran, secara otomatis Aam memiliki
hambatan dalam berbicara sehingga ia juga disebut tunawicara. Hal ini terjadi
karena Aam tidak
dapat menangkap pembicaraan orang lain saat ia masih bayi, sehingga ia tidak mampu mengembangkan kemampuan berbicaranya meskipun tidak mengalami ganguan pada alat
suaranya.
Lantas, bagaimana pemerolehan bahasa
Aam? Tentu saja pemerolehan bahasanya melalui bahasa isyarat, dan bahasa
isyarat yang ia gunakan adalah bahasa isyarat ibu atau bahasa isyarat yang ia
gunakan untuk berkomunikasi sehari-hari menurut yang ia pelajari di rumah atau
lingkungannya. Sedangkan untuk bahasa isyarat yang telah dipatenkan secara
internasional masih ia pelajari di bangku sekolah SDLB Tunas Harapan II
Peterongan.
Apakah pemerolehan bahasa antara bahasa lisan dengan
bahasa isyarat berbeda? Sebenarnya antara bahasa isyarat dengan bahasa lisan
memiliki kesamaan dalam hal universalitas linguistik dan sistim gramatika.
Hanya saja alat komunikasi yang digunakan kedunya berbeda. Bahasa lisan
menggunakan alat komunikasi berupa bunyi yang keluar dari alat ucap (mulut),
sedangkan bahasa isyarat menggunakan alat komunikasi berupa gerak tangan dan jari.
2.4. Hambatan Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu (Aam)
Sudah dijelaskan di atas bahwa Aam merupakan penderita
tunarungu berat. Klasifikasi tunarungu berat yang Aam derita tentu saja
menghambat pemerolehan bahasanya. Karena selain menggunakan bahasa isyarat
sebagai pemerolehan bahasa pertamanya, anak yang suka berjoget tersebut harus dapat
memahami bahasa lisan/ gerak bibir dan tulis sebagai bahasa keduanya. Dewasa
ini mengajarkan pemahaman membaca gerak bibir lebih ditekankan. Namun demikian
bagi Aam sebagai penderita tunarungu dengan kerusakan pendengaran yang berat,
sulit baginya untuk mempelajari hal tersebut dengan cepat.
Mengingat rumitnya fase belajar
bahasa anak tunarungu yang bertingkat dari bahasa isyarat ke membaca gerak
bibir, sebagai imbasnya dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk belajar membaca
dan menulis. Oleh karenanya kemampuan baca tulis anak tunarungu lebih lambat
dibandingkan anak normal. Keterampilan komunikasi yang dicapai terbatas pada
komunikasi tatap muka atau face-to-face.
Dari beberapa hal di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa kedua Aam, yakni memahami bahasa lisan/
gerak bibir dan tulis; mengalami hambatan dikarenakan ia merupakan klasifikasi penderita
tunarungu berat, dan imbasnya ia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai 4 keterampilan berbahasa
terutama dalam belajar membaca dan menulis.[17]
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
Dalam
bab ini akan membahas pemecahan masalah tentang permasalahan yang dialami oleh
anak penderita tunarungu (Aam) dalam pemerolehan bahasa yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pendekatan
pengajaran alternatif bagi penyandang tunarungu dan tunawicara.
3.1.
Pendekatan Pengajaran Alternatif Bagi Penyandang Tunarungu[18]
Menurut Smith (2009, hal. 283), terdapat tiga
dasar pendekatan pengajaran alternatif bagi siswa dengan penyandang tunarungu dan tunawicara, yaitu metode manual, metode oral dan metode komunikasi
total.
3.1.1. Metode Manual
Metode
manual terdiri dari dua komponen
dasar, yaitu bahasa isyarat (sign
language) dan abjad jari (finger spelling).
a. Bahasa Isyarat
Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu
komunikasi sesama tunarungu dan tunawicara ataupun komunikasi
tunarungu dan tunawicara di dalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah
tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai
gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia.
b. Abjad Jari
Secara
harfiah, abjad jari merupakan usaha untuk menggambarkan alpabet secara manual dengan
menggunakan satu tangan. Abjad jari
adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (tangan kanan atau tangan
kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di
dalam SIBI serupa dengan International Manual Alphabet. Abjad jari
digunakan untuk mengisyaratkan nama diri, mengisyaratkan singkatan atau akromin,
dan mengisyaratkan kata yang belum ada isyaratnya.
Gambar Abjad
jari[20]
3.1.2. Metode Oral
Pendekatan
oral menekankan pada pembimbingan ucapan dan pembacaan ucapan. Para pendidik
kebutuhan khusus yang setuju dengan metode ini memandang bahwa ketergantungan
pada bahasa isyarat dan abjad jari membuat penyandang tunarungu semakin
kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Metode oral
membantu anak tunarungu untuk lebih
memahami ucapan orang lain. Anak tunarungu akan dilatih
untuk memperhatikan gerak bibir, posisi bibir, serta gigi agar dapat memahami
apa yang sedang diucapkan. Penyandang tunarungu juga diajari cara membaca
isyarat-isyarat seperti ekspresi wajah yang akan memudahkan mereka dalam berkomunikasi.
3.1.3. Metode Komunikasi
Total
Metode
komunikasi total ada penggabungan kedua metode sebelumnya. Komunikasi
total memuat spektrum model bahasa yang lengkap, membedakan gerakan/ mimik tubuh anak,
bahasa isyarat yang formal, belajar berbicara, membaca ucapan, abjad jari,
serta belajar membaca dan menulis. Dengan komunikasi total, anak tunarungu dan tunawicara
memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya.
Dengan pendekatan pengajaran alternatif di atas, maka masalah
yang dialami Aam dalam pemerolehan bahasanya dapat teratasi. Pendekatan di atas
memiliki kesamaan dengan pandangan beberapa sumber yang telah diwawancarai mengenai
solusi yang tepat untuk pemerolehan bahasa Aam.
a.
Orang yang
berkomunikasi dengan anak tunarungu/ Aam sebaiknya menggunakan bahasa isyarat
disertai gerak bibir.
b.
Komunikasi
gerak bibir disertai dengan suara, dilakukan secara perlahan dan tegas.
c.
Komunikasi
yang dilakukan langsung berhadapan dengan wajah anak tunarungu/ Aam.
Adapun solusi yang telah dipaparkan
di atas berguna untuk Aam dalam memahami gerak bibir penutur, karena disertai
dengan bahasa isyarat sebagai penerjemah dari gerak bibir yang ia lihat. Selain
itu, juga dapat merangsang sedikit-demi sedikit indra pendengarannya, karena
jarak komunikasi yang dilakukan sangat berdekatan, meskipun hal ini tidak cukup
memerlukan waktu yang singkat.
Jika dikaitkan dengan metode
pemerolehan bahasa, maka pendekatan pengajaran alternatif di atas merupakan
imitasi dari Metode Pembelajaran Demonstrasi, yakni cara pembelajarannya dengan
meragakan, mempertunjukkan atau memperlihatkan sesuatu di hadapan murid di
kelas atau di luar kelas.[21]
Dari hasil analisis yang telah dilakukan terkait dengan
aplikasi metode komunikasi total terhadap anak tunarungu/ Aam, ternyata membawa
dampak yang sangat berguna. Terbukti saat guru kelas (Bu Lilik) mengajar dengan
menggunakan metode tersebut[22],
Aam dan teman-teman lainnya mampu menangkap dengan cepat. Selain itu, Aam juga
dapat menirukan gerak bibir yang diajarkan oleh gurunya. Hal ini membuatnya
memiliki kemampuan mengujarkan sebuah kata-kata meskipun masih terdengar belum
jelas.
Selain manfaat tersebut, Aam juga terlihat mampu memahami
bahasa gerak bibir yang gurunya lakukan. Hal ini juga dapat berguna bagi Aam
saat ia mulai berbaur dalam lingkungan sekitar untuk memahami bahasa gerak
bibir yang dilakukan orang-orang di sekitarnya.
3.2. Potensi Diri Anak Tunarungu (Aam)
Aam merupakan penderita tunarungu berat.
Meskipun demikian, bukan berarti IQ-nya lebih rendah dari pada anak normal. Menurut
Alimin, Z. (2008)[23]
“Dengan mendasarkan teori Piaget, Furth (1973) menjelaskan bahwa keterlambatan
perkembangan kognitif pada anaktunarungu bukan disebabakan oleh rendahnya
kecerdasan dan atau kurangnya keterampilan lingusitik, tetapi lebih karena
kurangnya latihan dan pengalaman”.
Ketidakmampuan anak tunarungu dalam mendengar
menyebabkan keterbatasan dalam informasi, menghambat dalam daya abstraksi sehingga
dapat menghambat pula dalam pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Pada umumnya
anak tunarungu memiliki inteligensi rata-rata atau normal, akan tetapi karena
perkembangan inteligensi anak sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, maka
anak tunarungu mengalami hambatan perkembangan inteligensi.
Dari beberapa pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa kemampuan anak tunarungu secara potensi, relatif sama denga
nanak normal lainnya. Aam adalah anak tunarungu yang memiliki kecerdasan lebih
tinggi dari pada teman sekelasnya yang lain. Hal tersebut diungkapkan oleh
berbagai sumber yang telah diwawancarai prihal kemampuannya. Kecerdasan yang
paling menonjol dalam diri Aam adalah kecerdasannya dalam berkreasi, seperti
menggambar.
|
Jika saja tidak terkendala faktor
ekonomi, perkembangan potensinya akan sangat cepat karena Aam merupaka anak
yang suka mengeksplor segala kemampuannya. Baru-baru ini, Aam mulai menggemari
seni pantomim.
Seni pantomim yang ia gemari dibimbing secara langsung oleh
peneliti. Pada mulanya peneliti mencari bakat yang masih terpendam di dalam
dirinya. Meski ia sudah memiliki bakat menggambar dan bakat tersebut
mendapatkan pengakuan dengan menjadi juara dalam perlombaan, peneliti
menginginkan ia memiliki bakat tambahan guna ia menjadi orang yang memiliki
kelincahan dan ketangkasan dalam segala hal.
Alhasil, saat peneliti melakukan seni drama pantomim,
ketertarikan Aam mulai muncul, dan dari itu semua dapat disimpulkan bahwa ia
menginginkan sebuah kemampuan baru dalam bidang seni ekspresif pantomim[24].
Pantomim sangat cocok untuk Aam mengingat seni tersebut
tidak menggunakan suara atau dialog dalam pertunjukannya. Melihat hal tersebut,
peneliti mulai mengajarinya berpantomim dan hasilnya ia mampu dan sangat
menyukai seni tersebut.[25]
BAB IV
PENUTUP
3.1. Simpulan
Suxma Amri Robby atau yang biasa
dipanggil Aam adalah anak tunarungu klasifikasi berat. Pemerolehan bahasanya
adalah melalui bahasa isyarat ibu, dan untuk bahasa isyarat konvensi masih ia
pelajari di bangku sekolahnya.
Selain bahasa isyarat konvensi, Aam
juga harus mempelajari
bahasa gerak bibir dan kemampuan membaca tulisan. Meskipun kekuragan di bawah
normal tersebut harus ia miliki, bukan berarti IQ-nya rendah. Aam adalah anak
yang cerdas dan berbakat dalam bidang kreasi. Dia juga anak yang berprestasi di
bidang seni lukis.
Adapun untuk kemampuan Aam dalam keterampilan berbahasa
sudah cukup dalam taraf anak tunarungu meski prosesnya lebih lambat dibandingkan
anak normal pada umumnya dikarenakan ia tergolong tunarungu berat.
Untuk
mepercepat pemerolehan bahasa Aam, diharapkan bagi orang yang berkomunikasi
dengannya untuk menggunakan bahasa isyarat yang disertai dengan suara dan gerak
bibir yang tegas guna merangsang kemampuannya dalam memahami gerak bibir
seseorang. Hal tersebut sesuai dengan tiga dasar
pendekatan pengajaran alternatif bagi siswa dengan penyandang tunarungu dan tunawicara, yaitu metode manual, metode oral dan metode komunikasi
total.
3.2. Saran
Diharapkan peneliti selanjutnya yang
akan meneliti tentang pemerolehan bahasa pada anak tunarungu untuk lebih
mengembangkan penelitiannya, karena penelitian kecil ini masih jauh dari
kesempurnaan.
Akhirnya semoga mini-research yang sederhana
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pembaca yang budiman.
DAFTAR PUSTAKA
Ashman
dan Elkins (1994). “Klasifikasi Tunarungu berdasarkan tingkat keberfungsian
telinga dalam mendengar bunyi”. http://psibkusd.wordpress.com/about/b-tunarungu/metode-pengajaran-bahasa-bagi-anak-tunarung/.-diakses pada 23-10-2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus_Tunarungu.-diakses pada 23-10-2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus.-diakses pada 23-10-2012.
http://z-alimin.blogspot.com/
2008/03/hambatan-belajar-dan-hambatan.html.-diakses pada 23-10-2012.
http://www.kartunet.com/memahami-berbagai-macam-kebutuhan-tunarungu-877-diakses
pada 23-10-2012.
http://chairulanwar06.blogspot.com/2010/03/macam-macam-anak-berkebutuhan-khusus.html-diakses pada 23-10-2012.
http://binham.wordpress.com/2012/04/25/metode-pembelajaran-demonstrasi/.
Diakses pada 06-11-2012.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia Offline Versi 1.3
Nur Indah,
Rohmani. ____. “Proses
Pemerolehan Bahasa: Dari Kemampuan Hingga Kekurangmampuan Berbahasa”. Halaman 1-2. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
http://www.jurnallingua.com/edisi-2006/4-vol-1-no-1/26-proses-pemerolehan-bahasa-dari-kemampuan-hingga-kekurangmampuan-berbahasa.html-diakses pada 23-10-2012.
Sanjaya, Ridwan dan Yuniati,Magdalena. 2011. “Observasi
pada Anak Tunarungu dan Tunawicara“. Jurusan Terapi Wacana: Politeknik
Kesehatan Surakarta.
|
LAMPIRAN 1
Biodata
Nama
|
:
|
Suxma Amri Robby
|
Panggilan
|
:
|
Aam
|
Tempat Tanggal Lahir
|
:
|
Jombang, 2 Desember 1997
|
Alamat
|
:
|
Buduk, Tugu, Sumberejo, Peterongan, Jombang
|
Sekolah
|
:
|
SDLB Tunas Harap II Peterongan Jombang
|
Kelas
|
:
|
6
|
Kelainan
|
:
|
Tunarungu-wicara
|
Klasifikasi
|
:
|
Tunarungu berat
|
Nama Ayah
|
:
|
Bakeran
|
Nama Ibu
|
:
|
Maisaroh
|
Jumlah Saudara
|
:
|
3 (Tiga)
|
Anak ke-
|
:
|
3/ terakhir
|
Hobi
|
:
|
Menggambar
|
Makanan Favorit
|
:
|
Mie Goreng
|
Minuman Favorit
|
:
|
Es
|
Bakat
|
:
|
Berkreasi, Pantomim, Menari
|
LAMPIRAN 2
Foto
Dokumentasi
|
||||||
|
||||
LAMPIRAN 3
RaporSemester
I Kelas V
LAMPIRAN 4
RaporSemester
II Kelas V
MINI-RESEARCH
PEMEROLEHAN
BAHASA ANAK TUNARUNGU
DI SDLB
TUNAS HARAPAN II PETERONGAN JOMBANG
Disusun unutk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Psikolinguistik
Dosen pengampu:
Dra. Heni Sulistiyowati, M.Hum
Disusun oleh:
Kelompok III
1.
|
Moh. Qowiyuddin Shofi
|
106.336
|
2.
|
Nur Salim
|
106.337
|
3.
|
Suwito
|
106.325
|
4.
|
Tri Junanto
|
106.453
|
5.
|
Wiwit Suyono
|
106.461
|
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas segala berkat serta
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan mini-research ini.
Tugas ini mengulas tentang mata kuliah Psikolinguistik yang di dalamnya
terdapat hasil mini-researchyang kami
lakukan di SDLB Tunas Harapan II Peterongan Jombang.
Mini-research ini disusun
untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Psikolinguistik. Kami menyadari
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, mini-researchini
tidak dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1.
Ibu Dra.
Heni Sulistiyowati, M.Hum, selaku dosen pengampu mata kuliah Psikolinguistik.
2.
Teman-teman Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoensia angkatan 2010 kelas B khususnya teman
satu kelompok dalam membantu pengumpulan bahan tugas.
3.
Kedua
orangtua kami atas dukungan dan doa yang telah diberikan dan semangat serta
motivasi dari mereka sehingga kami dapat menyelesaikan mini-research ini.
4.
Pihak
sekolah SDLB Tunas Harapan II Peterongan Jombang.
5.
Kepada semua
pihak yang telah membantu kami yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan mini-research ini terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak yang berhubungan dengan penulisan mini-research ini, sehingga dengan adanya saran dan kritik tersebut
dapat dijadikan bahan perbaikan lebih lanjut.
Akhir kata,kami berharap semoga mini-research
ini dapat berguna bagi para kita semua khususnya pembaca yang budiman. Amin.
Jombang, 27 Oktober 2012
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1. Latar
Belakang...................................................................................... 1
1.2. Batasan
Masalah................................................................................... 2
1.3. Rumusan
Masalah................................................................................. 2
1.4. Tujuan................................................................................................... 3
1.4.1.
Tujuan Umum............................................................................. 3
1.4.2.
Tujuan Khusus............................................................................ 3
1.5. Manfaat................................................................................................. 3
1.5.1.
Manfaat Teoritis.......................................................................... 3
1.5.2.
Manfaat Praktis........................................................................... 3
1.6.
Definisi Operasional.............................................................................. 4
BAB II MASALAH............................................................................................... 5
2.1. Perkembangan
Bahasa pada Anak dan Ragamnya............................... 5
2.2. Anak
Berkebutuhan Khusus (Tunarungu)............................................ 7
2.3.
Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu (Aam)...................................... 9
2.4.
Hambatan Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu (Aam)..................... 10
BAB III
Pemecahan Masalah.................................................................................. 11
3.1. Pendekatan Pengajaran Alternatif Bagi Penyandang
Tunarungu......... 11
3.1.1.
Metode Manual........................................................................... 11
3.1.2.
Metode Oral................................................................................ 12
3.1.3.
Metode Komunikasi Total.......................................................... 13
3.2. Potensi
Diri Anak Tunarungu (Aam).................................................... 14
BAB III
PENUTUP................................................................................................ 15
3.1.
Simpulan............................................................................................... 15
3.2. Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. iii
|
[1] Dalam
Rohmani Nur Indah. “Proses Pemerolehan Bahasa: Dari Kemampuan
Hingga Kekurangmampuan Berbahasa”. Halaman 1-2. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Diakses pada 23-10-2012:
http://www.jurnallingua.com/edisi-2006/4-vol-1-no-1/26-proses-pemerolehan-bahasa-dari-kemampuan-hingga-kekurangmampuan-berbahasa.html
[2] Dalam Field, 2003:40.
[6] Dalam Rohmani Nur Indah. “Proses
Pemerolehan Bahasa: Dari Kemampuan Hingga Kekurangmampuan Berbahasa”. Halaman 2-4. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Diakses pada 23-10-2012:
http://www.jurnallingua.com/edisi-2006/4-vol-1-no-1/26-proses-pemerolehan-bahasa-dari-kemampuan-hingga-kekurangmampuan-berbahasa.html
[7]Gangguan perkembangan inteligensi, disebabkan
oleh gangguan sejak dalam kandungan sampai masa perkembangan dini sekitar lima
tahun: KBBI.
[10] Sistem tulisan dan
cetakan (berdasarkan abjad Latin) untuk para tunanetra berupa kode yg terjadi
dari 6 titik dalam pelbagai kombinasi yang ditonjolkan pada kertas sehingga
dapat diraba: KKBI.
[12] Diakses pada
23-10-2012: Ashman
dan Elkins (1994). “Klasifikasi Tunarungu berdasarkan tingkat keberfungsian
telinga dalam mendengar bunyi”.
http://psibkusd.wordpress.com/about/b-tunarungu/metode-pengajaran-bahasa-bagi-anak-tunarung/.
[13] Satuan ukuran untuk
mengukur kerasnya suara; satuan ukuran untuk mengukur ketajaman pendengaran: KBBI.
[14] Sumber dari tiga orang (1- guru pendamping, 2- anggota keluarga, 3- guru
kelas) yang diwawancarai prihal kondisi Aam: Video terlampir berupa soft file.
[15] Sumber dari tiga orang (1- guru pendamping, 2- anggota keluarga, 3- guru
kelas) yang diwawancarai prihal kondisi Aam: Video terlampir berupa soft file.
[16] Dalam Rohmani Nur Indah. “Proses
Pemerolehan Bahasa: Dari Kemampuan Hingga Kekurangmampuan Berbahasa”. Halaman 4. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Diakses pada 23-10-2012:
http://www.jurnallingua.com/edisi-2006/4-vol-1-no-1/26-proses-pemerolehan-bahasa-dari-kemampuan-hingga-kekurangmampuan-berbahasa.html
[17] Lihat video terlampir tentang
kemampuan Aam dalam keterampilan berbahasa berupa soft file dalam folder Keterampilan Berbahasa.
[19] Bahasa isyarat yang bermakna I Love You. Diambil dari http://bahansekolahminggu.files.wordpress.com/2010/07/i-love-you.jpg
[20] Abjad jari dari A-Z. Diambil dari http://2.bp.blogspot.com/_fAaDsRA3wzg/TCwcw-t067I/AAAAAAAAAE0/BE4JT6lFbD0/s320/bahasa+isyarat.png. Dan Abjad jari angka 1-10. Diambil dari http://wong168.files.wordpress.com/2011/01/sign-language2.gif?w=339&h=312.
[21] Menurut
Aminuddin
Rasyad
(2002: 8). Dalam http://binham.wordpress.com/2012/04/25/metode-pembelajaran-demonstrasi/. Diakses pada 06-11-2012.
[22] Lihat video terlampir
berupa soft file dalam folder Keterampilan
Berbahasa.
[23] Diakses pada 23-10-2012: http://z-alimin.blogspot.com/
2008/03/hambatan-belajar-dan-hambatan.html.
[24] Seni drama yang hanya
mengandalkan gerak tubuh, mimik, dan olah imajinatif.
[25] Lihat video terlampir
berupa soft file dalam folder Bakat Aam.
Komentar
Posting Komentar