MENYIAPKAN LULUSAN SIAP PAKAI



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan, lapangan kerja, pengangguran, adalah problem besar di Indonesia. Masih rendahnya mutu pendidikan ditambah susahnya mencari pekerjaan, kemiskinan, sedikitnya lowongan kerja yang tersedia, menjadi persoalan yang harus menjadi tugas pemerintah untuk mengambil langkah cepat untuk menyiapkan tenaga kerja siap pakai.[1] Terdapat banyak keluhan dari dunia industri yang menilai jika pendidikan tinggi di Indonesia hanya mampu mencetak lulusan yang siap training alias tidak siap bekerja. Hal itu dibenarkan oleh pemerhati pendidikan yang juga Executive Dean, Binus Business School, Firdaus Alamsjah. Menurutnya, institusi penyelenggara pendidikan tinggi harus dapat memprediksi dan mempunyai konsep yang jelas dan sesuai dengan keadaan terkini.
Ia menjelaskan, fungsi pendidikan bukanlah hanya mencetak lulusan yang berkualitas, tetapi juga harus mampu menciptakan pakar yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebab, untuk terjun ke dunia kerja, maka yang menjadi costumer adalah perusahaan. Oleh karena itu, institusi penyelenggara pendidikan tinggi perlu memahami apa yang diperlukan oleh perusahaan, setelah itu barulah menyesuaikan konsep dan metode pendidikannya.[2]
Selain hal di atas, banyak pula lontaran kritik terhadap sistem pendidikan yang pada dasarnya mengatakan bahwa perluasan kesempatan belajar cenderung telah menyebabkan bertambahnya pengangguran dari pada bertambahnya tenaga produktif yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Kritik ini tentu saja beralasan karena data sensus penduduk memperhatikan kecenderungan yang menarik bahwa proporsi jumlah tenaga penganggur lulusan pendidikan yang lebih tinggi ternyata lebih besar dibandingkan dengan proporsi penganggur dari lulusan yang lebih rendah[3]. Dengan kata lain persentase jumlah penganggur tenaga sarjana lebih besar dibandingkan dengan persentase jumlah pengganggur lulusan SMA atau jenjang pendidikan yang lebih rendah.
Namun, kritik tersebut juga belum benar seluruhnya karena cara berfikir yang digunakan dalam memberikan tafsiran terhadap data empiris tersebut cenderung menyesatkan. Cara berfikir tersebut seolah-olah hanya memperhatikan pendidikan sebagai satu-satunya variabel yang menjelaskan masalah pengangguran. Cara berfikir seperti ini cukup berbahaya, bukan hanya berakibat pada penyudutan sistem pendidikan, tetapi juga cenderung menjadikan pengangguran sebagai masalah yang selamanya tidak dapat terpecahkan.
Berdasarkan keadaan tersebut, penjelasan secara konseptual terhadap masalah-masalah pengangguran tenaga terdidik yang dewasa ini banyak disoroti oleh masyarakat, sangat diperlukan. Penjelasan yang bersifat konseptual diharapkan mampu mendudukkan permasalahan pada proporsi yang sebenarnya, khususnya tentang fungsi dan kedudukan sistem pendidikan dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan.[4]
Melihat permasalahan di atas, memang kurang arif jika penyebab banyaknya pengangguran disudutkan kepada sistem pendidikan di Indonesia. Karena pada dasarnya, pendidikan di Indonesia sudah cukup mampu merubah orang dari yang tidak tahu menjadi tahu. Itu artinya sistem pendidikan di Indonesia telah mampu menanamkan sesuatu kepada orang yang include di dalamnya, dalam hal ini pelajar/ peserta didik. Hanya saja, bagaimana penyikapan pelajar tersebut setelah lulus dan mulai terjun di dunia masyarakat. Karena yang menentukan suksesnya lulusan tersebut dalam dunia produktifitas/ pekerjaan bukanlah dari mana ia bersekolah, melainkan bagaimana kelincahan dan ketangkasannya berjuang dan bersaing di dunia yang penuh dengan persaingan ini. Berikut dalam makalah sederhana ini akan dijelaskan beberapa upaya dari berbagai sudut pandang untuk menjadikan pelajar, terutama diri sendiri, menjadi lulusan yang siap pakai dan siap bersaing di dunia pekerjaan.
BAB II
PEMBAHASANA
A. Menyiapkan Lulusan Siap Pakai
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[5]
Dengan dan melalui pendidikan, diharapkan pelajar mampu menjadi lulusan yang selalu siap dalam kondisi apapun, termasuk saat mulai terjun ke masyarakat, dalam hal ini adalah bekerja. Tidak mudah memang menyiapkan tenaga kerja siap pakai/ siap kerja. Dibutuhkan keseimbangan antara pendidikan dan pelajar. Jika pendidikan yang dipelajari adalah pendidikan yang sangat baik, namun pelajar tersebut tidak serius, maka hasilnya pun akan mengecewakan, begitu pula sebaliknya. Berikut akan dijelaskan beberapa upaya dari berbagai sudut pandang untuk menjadikan pelajar menjadi lulusan yang siap pakai dan siap bersaing di dunia pekerjaan.
1. Konsep SMK Bisa[6]
Direktoran Pembinaan Pendidikan Kejuruan Direktorean Jenderal Menajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional berpendapat bahwa langkah tepat untuk menjadi orang yang siap kerja adalah dengan bersekolah di SMK, karena program-program SMK bisa benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, lebih lebih kalau juga bisa disiapkan untuk mendukung pasar kerja luar negeri yang terampil, bukan hanya sebagai pembantu rumah tangga seperti TKI selama ini.
Persoalan gengsi harus dirubah dengan bangga SMK. Ia juga mengatakan bahwa ia senang ada orang sekelas Tantowi Yahya yang menjadi icon Iklan SMK Bisa, ia yakin bahwa iklan ini akan berhasil mendorong lulusan SMP tertarik melanjutkan ke SMK. Terutama yang berasal dari daerah dimana orang tuanya tidak mampu untuk nantinya (setelah SMA) melanjutkan ke perguruan tinggi yang saat ini biayanya sangat tinggi itu.
“Dulu lulusan SMK masuk dalam golongan kelas 2, kalau tidak SMA tidak keren, nah dengan iklan di TV tentang SMK bisa diharapkan ada kebanggaan pada siswa SMK. Dengan modal kebanggaan biasanya diikuti dengan semangat keras selama pendidikan. Semangat kerja keras untuk mengikuti setiap belajaran yang diikuti tentu akan meningkatkan kualitas lulusan SMK” ujar Direktoran tersebut.
Meskipun banyak kalangan yang mengatakan SMK adalah nomor 2 setelah SMA, namun tidak dapat dipungkiri bahwa lulusan SMK lebih siap kerja dibandingkan lulusan SMA. Tidak memandang jenis dan macam pekerjaan, yang terpenting adalah mereka telah mampu untuk hidup secara mandiri.
“Saya bukan pengusaha yang sukses, karena belum bisa menampung puluhan bahkan ratusan tenaga kerja SMK, namun dengan keterbatasan yang saya miliki saya mencoba menampung tenaga SMK. Hasilnya luar biasa, ternyata kemampuan lulusan SMK luar biasa. Tentunya dengan bimbingan dan motivasi yang saya tanamkan, bahkan saat ini ada yang bisa melakukan tugas tugas review untuk situs luar negeri. Semua tergantung motivasinya” ujar salah seorang pengusaha yang sukses.
2. Konsep Link and Match[7]
Pada mulanya, sebelum ada pendidikan melalui sekolah seperti sekarang, pendidikan dijalnkan secara spontan dan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak petani langsung mempelajri pertanian dengan langsung bekerja di sawah, anak-anak nelayan langsung mempelajari kelautan dan perikanan langsung mengikuti orang dewasa menangkap ikan. Selagi mempelajari pekerjaan yang dilakukan, mereka sekaligus juga belajar tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berhubungan dengan pekerjaannya. Dilihat secara demikian, maka pendidikan pada dasarnya merupakan sesuatu yang kongkret, spontan, dan tidak direncanakan tetapi langsung berhubungan dengan keperluan hidup. Dengan kata lain, dalam situasi yang belum mengenal sistem sekolah, sifat pendidikan pada dasarnya sesalu bersifat linked and matched.
Mantan Mendiknas Prof. Dr. Wardiman. Berpendapat bahwa konsep keterkaitan dan kesepadanan (Link and Match) antara dunia pendidikan dan dunia kerja perlu dihidupkan lagi. Konsep itu bisa menekan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi yang dari ke hari makin bertambah.
Selanjutnya Soemarso, Ketua Dewan Pembina Politeknik dan juga dosen UI mengatakan bahwa konsep Link and Match antara lembaga pendidikan dan dunia kerja dianggap ideal. Jadi, ada keterkaitan antara pemasok tenaga kerja dengan penggunanya. Menurut Soemarso, dengan adanya hubungan timbal balik membuat perguruan tinggi dapat menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhan kerja. Contoh nyata Link and Match dengan program magang.
Ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan suatu perguruan tinggi untuk menyukseskan program Link and Match. Perguruan tinggi harus mau melakukan riset ke dunia kerja. Tujuannya adalah untuk mengetahui kompentensi apa yang paling dibutuhkan dunia kerja. Selain itu, perguruan tinggi juga harus mampu memprediksi dan mengantisipasi keahlian apa yang diperlukan dunia kerja sepuluh tahun ke depan.
Seharusnya perguruan tinggi mulai menjadikan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sebagai materi kuliah di kampusnya. Dengan demikian, diharapkan, lulusan perguruan tinggi sudah mengetahui, minimal secara teori, tentang kompetensi apa yang dibutuhkan setelah mereka lulus. Meskipun demikian, perguruan tinggi tidak harus menyesuaikan seluruh materi kuliahnya dengan kebutuhan dunia kerja. Sebab, harus ada materi kuliah yang berguna bagi mahasiswa yang termotivasi untuk melanjutkan studi ke jenjang strata yang lebih tinggi.
Langkah penting lainnya, perguruan tinggi harus menjalin relasi dan menciptakan link dengan banyak perusahaan agar bersedia menjadi arena belajar kerja (magang) bagi mahasiswa yang akan lulus. Dengan magang langsung (on the spot) ke dunia kerja seperti itu, lulusan tidak hanya siap secara teori tetapi juga siap secara praktik.
Jika program Link and Match berjalan baik, pemerintah juga diuntungkan dengan berkurangnya beban pengangguran (terdidik). Karena itu,  seyogyanya pemerintah secara serius menjaga iklim keterkaitan dan mekanisme implementasi ilmu dari perguruan tinggi ke dunia kerja sehingga diharapkan program Link and Match ini berjalan semakin baik dan semakin mampu membawa manfaat bagi semua pihak.
3. Penanaman Jiwa Kewirausahaan[8]
Jumlah penganggur terdidik dari kalangan sarjana pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Setahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi sekitar 626.200 orang. Jika setiap tahun jumlah kenaikan penganggur terdidik diasumsikan 200.000 orang, maka pada tahun 2012 terdapat lebih dari satu juta penganggur terdidik.
Peningkatan jumlah penganggur terdidik jauh hari sudah diramalkan para pakar pendidikan. Ivan Illich (1972) menyatakan akan tiba masa pendidikan menjadi tidak berguna saat dihadapkan dengan kehidupan nyata. Padahal pendidikan sudah terlalu banyak menyerap biaya, tetapi hasilnya kurang optimal. Bahkan, hanya menghasilkan para pemalas yang tidak terampil, yang mengincar pekerjaan formal dan ringan.
Guna menekan kenaikan jumlah penganggur terdidik, tidak ada pilihan bagi dunia pendidikan selain mengubah paradigma. Jika semula lebih menekankan pada aspek kecerdasan konseptual atau kognitif, kini harus dibarengi dengan penanaman jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Berbagai penelitian menunjukkan, keberhasilan mahasiswa bukan ditentukan kepandaian yang dipunyai, tetapi oleh faktor lain. Tingkat kecerdasan hanya menyumbang sekitar 20%-30%, sementara jiwa kewirausahaan yang didukung kecerdasan sosial justru menyumbang 80% keberhasilan anak di kemudian hari.
Kewirausahaan merupakan kemampuan untuk menginternalisasikan bakat rekayasa dan peluang yang ada. Seorang wirausahawan akan berani mengambil risiko, inovatif, kreatif, pantang menyerah, dan mampu menyiasati peluang secara tepat. Tepat jika dikatakan, jiwa dan semangat kewirausahaan menentukan kemajuan perekonomian suatu negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa penanaman jiwa kewirausahaan sangat efektif jika ditanamkan melalui bangku pendidikan. Hanya saja proses penanamannya harus dilakukan secara holistik atau melibatkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pelajaran kewirausahaan seyogyanya diberikan dengan porsi lebih banyak dan dominan jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya yang berorientasi pada kecerdasan kognitif.
4. Kopnsep Agama (Islam)
 “ALLah meninggikan beberapa derajat orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu dan ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” [9]
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu dan menjadikan ilmunya bermanfaat.
Maka dapat dikatakan jika ada seorang pelajar yang menuntut ilmu tanpa didasari keimanan yang kuat, maka ilmunya akan menjadi sia-sia. Keimanan di sini adalah keimanan dalam ruang lingkup belajar yang meliputi banyak hal, diantaranya mencari ilmu dengan tujuan yang jelas[10], bertawadlu’[11] kepada guru, qona’ah[12], dan sabar[13].


a. Bertujuan
Sering kali pelajar tidak memiliki tujuan pasti dalam belajar, sehingga pandangan mereka terhadap masa depan menjadi kosong, dan pada akhirnya mereka melakukan banyak hal diluar kendali, seperti halnya kenakalan pelajar dewasa ini.
Miris memang melihat fakta yang terjadi pada sebagian pelajar di negara ini. Sex bebas, narkoba, tawuran, dan kenakalan lainnya adalah bukti dari ketidak sadaran pelajar akan tujuan dasar mereka. Oleh sebab itu, diharapkan untuk semua pelajar agar kembali berintropeksi dan mulai menata kembali tujuan awal mereka dalam belajar agar pandangan akan masa depan menjadi terang dan pelajar bisa menjadi tumpuhan generasi yang unggul untuk masa depan bangsa.
Bertujuan dalam hal ini adalah niat. Dalam kitab Ta'limul Muta'alim Thariqatta'allum, Syekh Az-Zarnuji menyatakan bahwa wajib berniat waktu belajar. Sebab niat itu menjadi pokok dari segala hal, sebagaimana sabda Rasul SAW yang artinya: “Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu terserah niatnya" (Hadits shahih)
Dari ungkapan Syekh Az-Zarnuji di atas, maka dapat dikatakan, jika sorang pelajar ingin mendapatkan suatu yang pasti di masa depan (menjadi lulusan siap pakai), maka harus ada niat di saat menuntut ilmu. Karena niat adalah kunci bagi segala pintu.[14]
b. Tawadlu’
Ketawadlu’an atau sederhananya penghormatan seorang pelajar terhadap seorang guru adalah hal yang harus dijaga. Sejelek-jeleknya seorang guru, ia tetaplah orang yang memberikan ilmu kepada seorang pelajar, meskipun hanya sedikit.
Banyak sekali kalangan pelajar yang sudah mulai kehilangan rasa hormatnya kepada seorang guru. Hal ini mengakibatkan ilmunya tidak bermanfaat dan akan menjadi ilmu yang sia-sia di masa depan.


c. Qona’ah
Kerelaan seorang pelajar dalam menuntut ilmu sangatlah dibutuhkan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT.  Dan yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak.
Dalam menuntut ilmu, sifat qona’ah sangatlah dibutuhkan. Namun banyak sekali pelajar yang menyisihkan qona’ah dari hatinya, sehingga yang terjadi adalah tidak kontrolnya diri saat mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan.
d. Sabar
Sabar adalah tiang dari segalanya, terutama saat menuntut ilmu. Kesabaran dapat membawakan berkah. Dalam menuntut ilmu, seberapapun kesulitan yang ditempuh oleh seorang pelajar, kesabaran harus tetap dipegang, karena kesabaran tetesan air yang dapat mengahncurkan batu besar. Dengan kesabaran, maka diyakini seorang pelajar dalam menuntut ilmu akan mampu mencapai keberhasilan dalam berilmu.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Permasalahan mengenai banyaknya pengangguran memang kurang arif jika penyebabnya disudutkan kepada sistem pendidikan di Indonesia. Karena pada dasarnya pendidikan hanyalah sebuah wadah dan pembekalan, untuk selebihnya berada pada kemampuan pelajar/ lulusan sendiri.
Beberapa upaya dari berbagai sudut pandang yang diantaranya adalah Konsep SMK Bisa, Konsep Link and Match, Penanaman Jiwa Kewirausahaan, dan Konsep Agama (Islam)  pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menjadikan pelajar menjadi lulusan yang siap pakai dan siap bersaing di dunia pekerjaan.
1.    Konsep SMK Bisa menginginkan pelajar memiliki arah yang pasti sesuai dengan kebutuhan dunia pasar kerja.
2.    Konsep Link and Match adalah penyesuaian sistem pendidikan dengan lapangan kerja yang ada atau dibutuhkan oleh dunia pada dewasa ini.
3.    Penanaman jiwa kewirausahaan adalah upaya untuk menanamkan sebuah kompetensi dalam bidang tertentu sesuai dengan usaha yang diminati oleh pelajar.
4.    Konsep agama pada intinya menekankan kesadaran kepada pelajar tentang penanaman sebuah niat, kepatuhan, keikhlasan, dan kesabaran dalam belajar, karena itu semua merupakan rangkaian dari iman, dan orang yang berilmu dan beriman akan mudah meraih derajat/ kedudukan baik di mata masyarakat maupun Allah.

MAKALAH
PROFESI PENDIDIKAN
Tentang
MENYIAPKAN LULUSAN SIAP PAKAI
Dibuat untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Profesi Pendidikan

Dosen pembimbing:
Moh. Khozin  S. Ag, M. SI.



logo stkip baru.png
 









Oleh:
Moh. Qowiyuddin Shofi
NIM 106.336

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2012




 

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul Menyiapkan Lulusan Siap Pakai.
Dengan selesainya makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1.    Moh. Khozin  S. Ag, M. SI., selaku dosen pengampu mata kuliah Profesi Pendidikan.
2.    Semua teman-teman program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Pasti akan ada kehilafan dalam makalah ini, baik yang menyangkut kebahasaan atau penjelasan yang kurang pas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan.
Akhirnya, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dan barokah bagi kita semua. Amin.




Jombang, 3 Juli 2012


Penulis


i
 

 

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................        i
DAFTAR ISI.................................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................        1
A. Latar Belakang.................................................................................        1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................        3
A. Menyiapkan Lulusan Siap Pakai......................................................        3  
1. Konsep SMK Bisa.......................................................................        3
2. Konsep Link and Match..............................................................        4
3. Penanaman Jiwa Kewirausahaan.................................................        6
4. Konsep Agama (Islam)................................................................        7
a. Bertujuan.................................................................................        8
b. Tawadlu’.................................................................................        8
c. Qona’ah...................................................................................        9
d. Sabar.......................................................................................        9
BAB III PENUTUP......................................................................................        10
A. Simpulan..........................................................................................        10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................        iii


ii
 

 

DAFTAR PUSTAKA
Beranda II edisi 3, 2012, Mempersiapkan Generasi Siap Kerja.
Cammings, Williams. Studi Pendidikan dan Tenaga Kerja pada Beberapa Industri Besar di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian BP3K.
http://elementary-education-schools.blogspot.com/2011/08/all-about-elementary-education-in.html
http://edukasi.kompas.com/read/2011/07/27/09171354/Perguruan.Tinggi.Harus.Fleksibel
http://yurirobithoh.blogspot.com/2011/05/terjemahan-ta-muta.html
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/09/20/lrsn3v-ilmu-yang-bermanfaat
http://blog.re.or.id/manajemen-pendidikan-pondok-pesantren.htm
http://jilbabkujiwaku.blogspot.com/2012/01/jadi-lulusan-siap-pakai.html
http://www.scribd.com/doc/17343613/07-LULUSAN-SMK
http://www.smkn1rengat.sch.id/berita-137-smk-bisa-menciptakan-tenaga-kerja-siap-pakai.html
Limongan, Andreas. Masalah Pengangguran di Indonesia. Diakses Tanggal 07 Januari 2008.
Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Sindhunata (ed). 2000. Menggegas Paradigma Baru Pendidikan: Demokrasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.
Syekh Az-Zarnuji. Ta'limul Muta'alim Thariqatta'allum.
Soeharto, Bohar. 1991. Perencanaan Sosial Kasus Pendekatan. Bandung: Armico
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


iii
 
 


[1] Diambil dari http://www.smkn1rengat.sch.id/berita-137-smk-bisa-menciptakan-tenaga-kerja-siap-pakai.html pada 02-07-2012, pukul 08.11 WIB.
[2] Dikutip dari JAKARTA, KOMPAS.com dengan alamat situs http://edukasi.kompas.com/read/2011/07/27/09171354/Perguruan.Tinggi.Harus.Fleksibel pada 02-07-2012, pukul 08.29 WIB.
[3] Dikutip dari Ace Suryadi, 1993 halaman 134.
[4] Diambil dari situs http://elementary-education-schools.blogspot.com/2011/08/all-about-elementary-education-in.html pada 02-07-2012, pukul 08.09 WIB.
[5] Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional. Bab I ketentuan umum, Pasal 1.
[6] Diambil dari http://www.smkn1rengat.sch.id/berita-137-smk-bisa-menciptakan-tenaga-kerja-siap-pakai.html pada 02-07-2012, pukul 08.11 WIB.
[7] Diambil dari tulisan Nunung Isa Anshori dalam situs http://elementary-education-schools.blogspot.com/2011/08/all-about-elementary-education-in.html pada 02-07-2012, pukul 08.09 WIB.
[8] Dikutip dari Beranda II edisi 3, 2012, “Mempersiapkan Generasi Siap Kerja” halaman 3.
[9] Dalam surat AL Mujadalah ayat 11 (terjemah).
[10] Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda : yg arti : “Sesungguh Allah sangat mencintati orang yg jika melakukan sesuatu pekerjaan dilakukan secara Itqan (tepat terarah jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani)
[11] Tawadhu’''adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah.
[12] Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan.
[13] Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24). Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)
[14] Dikutip dari Syekh Az-Zarnuji “Ta'limul Muta'alim Thariqatta'allum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BENTUK DASAR DAN BENTUK ASAL

RAHWANA

Aku (maha)siswa